Beriatnaya ada disini sobat
Didi Syafirdi - detikNews
Jakarta - Juru sita Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat akan melakukan eksekusi terhadap 9 orang tergugat terkait sengketa kepengurusan Trisakti antara pihak yayasan dan universitas. MA menetapkan kepengurusan sah dimiliki oleh pihak yayasan.
"Kita menjalankan putusan MA untuk mengeksekusi 9 orang tergugat," ujar Juru Sita PN Jakarta Barat, Sulaiman, kepada wartawan, Kamis (19/5/2001).
Menurut Sulaiman, pihaknya hanya menjalankan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Sehingga tidak akan mengganggu kegiatan belajar para mahasiswa di dalam kampus. Eksekusi rencananya akan dilakukan pukul 09.00 WIB.
"Aktivitas kampus normal, hanya 9 orang (yang dieksekusi), bukan keseluruhan. Mahasiswa, karyawan (beraktivitas) seperti biasa," katanya.
Ketua Forum Komunikasi Karyawan Universitas Trisakti, Advendi Simangungsong, meminta agar pengadilan menunda rencana eksekusi. Mereka meminta agar pengadilan menunggu sampai ada putusan PK dari MA.
"Kita minta eksekusi ditunda. Kita masih melakukan PK," tegasnya.
Pada Kamis 12 Mei lalu para dosen, karyawan dan mahasiwi menggelar aksi di PN Barat meminta penundaan eksekusi. Mereka juga sempat menyampaikan permohonan ini dengan menemui Ketua PN Barat, Lexsy Mamonto.
Putusan kasasi MA oleh majelis kasasi Zaharuddin Utama, Soltoni Mohdally dan Takdir Rahmadi pada 28 September 2010 lalu, telah mengembalikan pengelolaan Universitas Trisakti kepada Yayasan Trisakti. MA menilai Yayasan Trisakti sebagai pihak sah untuk mengelola Universitas Trisakti dan sekaligus menegaskan bahwa Yayasan Trisakti adalah Badan Pembina Pengelola Badan Penyelenggara dari Universitas Trisakti yang sah secara hukum.
Didi Syafirdi - detikNews
Jakarta - Eksekusi 9 orang tergugat terkait sengketa kepengurusan Universitas Trisakti antara pihak yayasan dan universitas berlangsung ricuh. Kericuhan terjadi saat seseorang tiba-tiba merebut kertas putusan eksekusi yang dibacakan oleh juru sita.
Insiden ini terjadi sekitar pukul 10.20 WIB di depan pintu masuk Kampus Trisakti di Jl S Parman, Kamis (19/5/2011). Saat itu, juru sita dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat membacakan putusan eksekusi terkait sengketa di Kampus Trisakti. Saat sang juru sita membacakan, tiba-tiba kertasnya direbut oleh seseorang yang belum diketahui identitasnya.
Akibat aksi ini, polisi langsung hendak menagkap pelaku perebut kertas, namun sejumlah mahasiswa menghadang polisi. Dorong-dorongan antara mahasiswa dan polisi pun terjadi.
Melihat situasi yang tidak terkendali, kuasa hukum Universitas Trisakti, Bambang Widjojanto langsung mengambil pengeras suara.
"Universitas Trisakti harus dijaga kehormatannya. Saya minta semua tenang, yang tidak ada kepentingan sebaiknya mundur. Juru sita sudah sampaikan maksudnya, kita sudah menolak," kata Bambang.
"Kita meminta saat ini juru sita pulang, jangan buat tekanan, intimidasi, silakan bicara dengan baik," tambah mantan calon pimpinan KPK ini.
Mendengar seruan Bambang, suasana pun mereda. Juru sita dan sejumlah polisi yang bertugas mengeksekusi berangsur-angsur mundur, dan mengurungkan niat eksekusi.
PN Jakarta Barat hari ini memang direncanakan akan menjalankan putusan MA untuk mengeksekusi 9 orang tergugat. Putusan kasasi MA oleh majelis kasasi Zaharuddin Utama, Soltoni Mohdally dan Takdir Rahmadi pada 28 September 2010 lalu, telah mengembalikan pengelolaan Universitas Trisakti kepada Yayasan Trisakti.
MA menilai Yayasan Trisakti sebagai pihak sah untuk mengelola Universitas Trisakti dan sekaligus menegaskan Yayasan Trisakti adalah Badan Pembina Pengelola Badan Penyelenggara dari Universitas Trisakti yang sah secara hukum.
RMOL. Sengketa kepemilikan Universitas Trisakti (Usakti) antara pihak rektorat dengan yayasan memasuki babak baru.
Mahkamah Agung mengeluarkan putusan agar PN Jakarta Barat mengeksekusi putusan tersebut. Dalam menyikapi keputusan MA No 821 K/Pdt/2010 terkait kepemilikian Usakti kepada Yayasan Trisakti, Komisi X DPR berkomitmen mengawal dan mendukung eksekusi sehingga proses belajar bisa terjamin kelangsungannya dan tidak terhalang akibat adanya multi tafsir dari butir 4 putusan tersebut.
Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR Rully Chairul Azwar, putusan Mahkamah Agung terkait kepemilikian kampus tersebut yang akan dilaksanakan PN Jakarta Barat setidaknya bisa memberikan kepastian hukum terhadap kasus tersebut.
"Putusan MA pasti akan kita patuhi dan kami tidak terima proses belajar mengajar terhenti karena beda penafsiran di lapangan. Kami akan kawal itu," kata Rully usai melakukan audiensi dengan Yayasan Trisakti di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta (Rabu,18/5).
Politisi Golkar itu mengatakan kalau pihaknya tidak asal mendukung tapi mendapat kepastian bahwa pihak yang dikenakan sanksi hanya 9 orang saja. Sehingga diperlukan sebuah penetapan baru yang menegaskan bahwa ada penjaminan tidak semua pihak yang disebutkan dalam butir 4 putusan MA akan dikenakan eksekusi.
Dalam butir 4 amar putusan disebutkan bahwa 'Menghukum para tergugat atau siapapun tanpa kecuali yang telah mendapatkan hak dan kewenangan dengan cara apapun juga dari tergugat dengan memerintahkan secara paksa dengan menggunakan alat negara (kepolisian). Tidak memperbolehkan masuk ke dalam semua kampus Usakti dan atau tempat lain yang fungsinya sama atas alasan apapun dan dilarang melakukan kegaiatn Tridarma Perguruan Tinggi dan manajemennya untuk semua jenjang dan jenis program studi baik di dalam maupun di luar Kampus A Trisakti Jalan Kyiai Tapa No 1 Grogol Jakarta Pusat sepanjang memakai baik secara langsung atau tidak langsung nama Universitas Trisakti'.
"Mereka sudah menjamin akan ada penetapan serta tidak ada tafsir lain, maka kita tidak akan menghalangi keputusan pengadilan. Tadi disebutkan yang kena sanksi 9 orang saja," kata Rully.
Sementara itu Harry Tjan Silalahi selaku Ketua Dewan Pembina Yayasan Trisakti usai audiensi yang juga didampingi Goerge Tahija sebagai Ketua Pengurus Yayasan Trisakti, dan Amirudin A sebagai Kuasa Hukum serta anggota pengurus lainnya mengungkapkan pihaknya berkomitmen akan meningkatkan kualitas pendidikan dari yang sebelumnya setelah putusan MA nanti. Hal itu ditegaskanya bahwa sejak didirikannya Usakti niversitas Trisakti hingga saat ini telah memiliki sedikitnya 6 lembaga perguruan tinggi yang setara.
Sementara pihak yang akan dieksekusi antara lain Prof Dr Thoby Mutis, Advendi Simangunsong SH, MH, Prof Dr HA Prayitno, dr Sp Kj Drs Imanuel Bonjol Siagian, Mh, Prof Drs Yuswar Z Basri, H.I Komang Sukarsa, H Endar pulungan, Endyk M Asror dan Hein Wangania SH, MH. Eksekusi terhadap mereka akan dilaksanakan besok (Kamis, 19/5).
[dry]
Jakarta (ANTARA News) - Eksekusi Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 821 K/Pdt/2010 terkait kepemilikian Universitas Trisaksi yang akan dilaksanakan Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada (19/5) tidak hanya semata menegaskan kemenangan pihak Yayasan Trisakti, tetapi sebagai bagian penting dari upaya menciptakan kepastian hukum, kata pakar.
Prof Dr Thomas Suyatno, Guru Besar Manajemen dan Akademisi Senior menyatakan prinsipnya sebagai negara hukum dalam sengketa Trisakti segala sesuatu harus tunduk pada perundang-undangan yang berlaku. Apalagi, keputusan hukum yang sudah dikeluarkan oleh lembaga tertinggi Mahkamah Agung (MA), harusnya semua tunduk. Warga negara dan bagian yang ada di dalamnya harus tunduk pada UU yang berlaku.
"Peraturan perundang-undangan menyebutkan bahwa Perguruan Tinggi Swasta (PTS) penyelenggaranya bersifat nirlaba yang dikelola oleh yayasan, perkumpulan, perhimpunan dan badan hukum sejenis," ungkap Thomas yang juga dosen di Program Doktoral Universitas Negeri Jakarta (UNJ), dalam keterangan tertulisnya, Selasa.
Menurut Thomas, untuk kasus Trisakti tentu ada pengelolanya. Dalam hal ini yayasan, terlepas dari peralihan Res Publika menjadi Trisakti. "Sepengetahuan saya sebagai akdemisi, pengelolaan pendidikan tinggi harus dilakukan oleh badan hukum, bahkan pemerintah pun mengakui itu. Jadi tidak mungkin sebuah pendidikan tinggi swasta dapat berdiri sendiri," ujarnya.
Sementara, Prof Dr Rudi Satrio, Guru Besar Hukum UI menyatakan bahwa proses hukum yang sudah dilakukan dan memperoleh keputusan harus dilaksanakan. Dalam sengketa Trisakti, keputusan MA menjadi keputusan terakhir. Ada perintah eksekusi menjadi kewenangan pengadilan setempat harus dilaksanakan. Sebab itu adalah perintah UU yang harus ditaati dan tidak boleh dilawan.
Pelaksanaan eksekusi bagi Thoby Mutis Cs, sambung Rudi, harus dilaksanakan oleh Pengadilan, hukum acara dan peraturan perundang-undangan terkait juga memberikan kewenangan kepada ketua pengadilan negeri sebagai pelaksana putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Dan perlu dipahami bahwa eksekusi tersbut ditujukan kepada para tergugat Thoby Mutis Cs, bukan fisik kampus, sebagaimana keputusan pengadilan.
"Dalam kasus ini, Ketua PN Jakarta Barat yang diberi kewenangan tersebut. Dalam menjalankan kewenangan ini, ketua pengadilan negeri dimungkinkan menggunakan alat kekuasaan negara (Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung, Red)," kata Rudi.
Pada kesempatan terpisah, Ketua Krisis Center dan Informasi Universitas Trisakti Dr. Advendi Simangunsong, SH, MM dalam siaran persnya menyatakan, putusan hakim kasasi MA Nomor 821 K/Pdt/2010 tersebut beserta penetapannya punya potensi dapat dikualifikasi sebagai pelanggaran HAM dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Oleh karena itu, Advendi mengharapkan, seyogyanya putusan tersebut tidak dapat dieksekusi, dan diharapkan mampu memberikan perlindungan hukum kepada civitas akademika secara keseluruhan; menyatakan substansi amar putusan di atas dan pelaksanaan penetapan adalah tindakan pelanggaran HAM.
Selain itu, melakukan tindakan dan upaya lain yang diperkenankan sesuai hukum atas pelanggaran HAM dan peraturan perundangan seperti tersebut dalam amar putusan di atas sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat; serta memeriksa para pihak yang diduga keras telah melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam butir-butir di atas.(*)
INILAH.COM, Jakarta - Kuasa hukum Universitas Trisakti Bambang Widjojanto melaporkan pelanggaran etik dan perilaku hakim ke Komisi Yudisial (KY) pada Kamis (5/5/2011) di kantor KY, Jakarta Pusat. Hal ini terkait sengketa antara pihak Universitas dengan Yayasan Trisakti.
Pelanggaran yang dimaksud Bambang adalah penetapan eksekusi tertanggal 20 April 2011. Perihal undangan rapat koordinasi dalam rangka pelaksanaan eksekusi yang ditandatangani oleh Anshori Thoyib (panitera) dalam kapasitas sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat (H.Lexsy Mamato).
Bambang menilai pelaksanaan eksekusi ini tidak benar karena melibatkan aparat TNI yaitu Komandan Gartap I Ibukota Jakarta Raya Up Asops, Komandan Kodim 0503 Jakarta Barat, Komandan Sub-Gar Jakarta Barat dan Koramil Grogol Petamburan Jakarta Barat.
"Ada suratnya, jadi surat dari kepala pengadilan negeri melakukan rapat koordinasi, dalam rapat itu yang diundang Kapolda, Kapolres, Kapolsek, sama satu lagi itu Garnisun, Kopgar III, Kodim, Subkorbar, Koramil, kayak gitu. Pokoknya komplikasi macam-macam di situ. Ini disengaja atau nggak, kalau sengaja ini berbahaya. Ini sensitiflah," jelas Bambang di kantor KY Jakarta Pusat, Kamis (5/5/2011).
Pihak Bambang juga mempertanyakan amar putusan a quo dalam nomor 4. Dimana dalam putusan itu dikatakan menghukum para tergugat atau siapapun tanpa kecuali yang telah mendapat hak dan kewenangan dengan cara apapun dari tergugat dengan memerintahkan secara paksa dengan menggunakan alat negara (Kepolisian). Tidak memperbolehkan masuk ke dalam semua kampus Universitas Trisakti dan atau tempat lain yang fungsinya sama atas alasan apapun dan dilarang melakukan kegiatan Tridarma Perguruan Tinggi dana manajemennya.
Menurutnya, putusan ini ada menimbulkan ketidakpastian hukum. Karena amar putusannya bersifat meluas dan menarik siapapun menjadi pihak. Juga, terkait digunakannya alat negara (Kepolisian) yang diperintahkan secara paksa. Yang dipermasalahkan juga menyangkut pelarangan kegiatan Tridarma Perguruan Tinggi. "Penetapan eksekusi, saya diminta hadir, saya periksa. Penetapan rapat koordinasi melibatkan militer. Kita ngeri," katanya.
Dia juga mengaku, amar putusan terlalu luas. "Nah untuk itu saya datang ke kampus, tak baca lagi amar putusan, ternyata amar putusanya luas sekali.
Sebenrnya yang dieksekusi itu orang-orang tertentu, tergugat itu gak boleh lagi masuk ke kampus, itu eksekusinya. Rektor, ada cukup banyak ininya. Nah kalau mereka dieksekusi dan siapapun yang mendapat kewenangan rektorat artinya seluruh dosen, nah itu yang ingin kami persoalkan," jelasnya. [bar]
INILAH.COM, Jakarta- Pengadilan Negeri Jakarta Barat besok (Kamis 19/5/2011) akan mengeksekusi keputusan Mahkamah Agung (MA) untuk melarang sembilan orang pengurus Universitas Trisaksi (Rektor Thoby Mutis, dkk) melakukan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi, termasuk di antaranya mewisuda sarjana.
Kuasa Hukum Yayasan Trisakti, Luhut Pangaribuan berharap eksekusi itu berjalan damai dan tidak menimbulkan bentrok fisik. “Kami minta agar semua pihak menghormati hukum yang ada dan berlaku kooperatif,” ujar Luhut kepada wartawan, Rabu (18/5/2011). Eksekusi rencananya akan dilakukan sekitar pukul 08.00 Wib yang dijaga ketat polisi dari Polres setempat dibantu Polda Metro Jaya.
Hal itu disampaikan Luhut menyusul dirinya banyak mendengar isu yang mencoba ‘membakar’ suasana. "Karena itulah kami minta semua pihak menahan diri, biarkan hukum yang bekerja.”
Sebaliknya, bila sampai terjadi bentrok fisik yang disebabkan oleh pihak-pihak yang menghalangi eksekusi, pelaku bisa diancam pidana, “Diancam pidana 7 tahun jika dilakukan oleh dua orang atau lebih atau 8 tahun enam bulan jika berakibat luka atau 12 sampai 15 tahun jika luka berat atau sampai ada yang meninggal, itu diatur dalam pasal 214 KUHP,” ujar Amiruddin Aburaera, Kuasa Hukum Yayasan Trisakti lainnya.
Ketua Tim V yayasan Trisakti, Anak Agung Gde Agung mengaku pihaknya sudah meminta Kapolda Metrojaya Inspektur Jenderal Sutarman untuk menjamin keamanan selama proses eksekusi berlangsung. "Kapolda akan menambah pasukan untuk melakukan backup pengamanan," jelas Anak Agung.
Sebelumnya, MA menolak kasasi yang diajukan Rektor Trisakti, Prof Thoby Mutis. Putusan itu memperkuat keputusan Pengadilan Tinggi DKI yang menyatakan Yayasan Trisakti selaku Pembina Pengelola Badan Penyelenggara dari Universitas Trisakti.
Konflik itu bermula ketika Thoby selaku Rektor Universitas Trisakti mengganti status Universitas Trisakti dengan menghapus nama Yayasan Trisakti sebagai pemilik Universitas Trisakti. [tjs]