Selasa, 17 Mei 2011

Kasus Antasari Azhar

Polemik dan persepsi telah dimuat dalam beberapa media on lkine, kumpulan berita tersebut :

Antasari Azhar Saya Akan Ceritakan Semua

 Jpnn
TERPIDANA kasus pembunuhan berencana terhadap Nasrudin Zulkarnain,  Antasari Azhar, kemarin (22/4) dijenguk belasan aktivis dari Dewan Penyelamat Negara (Depan) di Lapas Tangerang. Terpidana 18 tahun penjara yang pernah duduk di kursi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu blak-blakan mengungkapkan latar belakang kasus yang menimpanya.

Antasari menyebut dirinya korban rekayasa untuk menyingkirkannya saat menjadi ketua KPK. Sebab, banyak kasus yang sedang dia usut mengarah ke penguasa. Berikut adalah cuplikan paparan Antasari, baik dalam wawancara dengan wartawan maupun kepada para aktivis Depan.
 
Bagaimana proses hukum Anda saat ini?

Sebentar lagi saya akan mengajukan PK (peninjauan kembali). Saya tidak mementingkan apakah saya akan bebas atau tidak. Bukan putusan formal yang saya pentingkan. Saya ingin menyampaikan fakta agar nurani publik tergerak. Itu yang penting. Saat mengajukan PK, saya akan membacakannya sendiri. Saya punya maksud. Kalau lawyer yang membacakan, tidak ada nilai. Saya juga sudah memecat semua pengacara saya. Saya cuma pakai satu, Maqdir Ismail. Yang lain sudah tidak ikut dalam perjuangan ini.
 
Semasa memimpin KPK, Anda bilang pernah ditemui orang untuk mengintervensi sebuah kasus?

Ini saya tidak membuka, saya hanya bercerita. Mungkin bisa konfirmasi dengan Pak Boediono yang sekarang jadi Wapres. (Saat Boediono masih gubernur Bank Indonesia/BI), saya pernah ditemui di kantor saya di KPK. Pak Boediono ingin menyelamatkan Bank Indover (bank di Belanda yang sahamnya dimiliki BI. Karena kolaps pada 2008, pengadilan Belanda memberikan opsi bailout atau bangkrut).

Saya katakan jangan. Tidak menguntungkan. Potong saja (maksudnya, dilepas). Kenapa Indover harus disuntik? Pak Boediono bilang sudah ada persetujuan DPR. Saya cek ke DPR, ternyata tidak ada persetujuan DPR.

Saya bilang, "Pak, kalau Bapak teruskan, saya usut!" Lagi pula, kalau kita potong, masih untung. Silakan tanya Pak Boediono, benar atau tidak pertemuan itu. Kalau Pak Boediono mengelak, ya ketemu sayalah.
 
Anda masih dendam dengan pihak-pihak yang merekayasa kasus ini?

Mungkin ini perjalanan hidup yang saya hadapi. Saya tidak menyebut A, B, C. Saya tidak dendam kepada siapa pun. Tak ada sedikit pun dalam hati saya. Saya seperti ini (karena) ingin memperbaiki apa yang ada. Dulu, saya ingin perubahan (semasa) menjadi ketua KPK. Ingin mencari terobosan. Di KPK pun saya ingin melakukan perbaikan. Saya semata-mata seorang profesional penegak hukum. Bukan politikus, tapi saya tahu politik.
 
Karena kasus apa sebenarnya Anda direkayasa?

Kasus itu (pembunuhan berencana terhadap Nasrudin Zulkarnaen) bersamaan dengan masalah Aulia Pohan (besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tersangkut dana YPPI, yayasan milik BI), tender teknologi informasi KPU, saat saya mengusut dua pimpinan KPK yang menerima suap (Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah), totalitas mengusut upah pungut dengan Mardiyanto (Mendagri). Anda jawab sendirilah.
 
Sejak kapan Anda dipindah ke Lapas Tangerang?

Saya di sini baru tiga bulan. Sebelum di sini, saya di mana? Tidak ada yang mempertanyakan. Mengapa saya ada di sana terus (sebelum di Lapas Tangerang, Antasari dipenjara di Rutan Polda Metro Jaya)? Itu tidak lazim. Seorang Antasari belum boleh ngomong. Tidak boleh berinteraksi. Mungkin takut apa yang saya tahu akan disampaikan ke orang lain.

Rencananya, apa yang saya ketahui tentang penegakan hukum akan saya tuangkan dalam buku. Tebalnya sekitar 500 lembar. Dalam buku itu akan saya ceritakan semua. Siapa saja orang yang datang ke saya untuk intervensi. Temanya, strategi penegakan hukum abad 21. Di situ saya sebutkan juga tentang reformasi hukum acara pidana di Indonesia. Sebab, kalau tidak direvisi, rekayasa perkara bisa terus berlangsung.
 
Anda bilang saat ini memiliki novum (alat bukti baru) yang akan diajukan dalam PK. Apa itu?

Itu kan peluru saya. Tidak mungkin saya katakan apa novum itu. Kalau saya katakan, orang akan tahu. Bisa habis saya.
 
Baiklah, ini bukan untuk ditulis di koran. Kira-kira bisakah digambarkan apa saja itu?

Tidak bisa. Anda jangan begitu. Apa jaminan Anda kalau itu tidak akan Anda tulis? Tidak, itu tidak bisa saya katakan.
 
Keluarga terus mendukung Anda?

Jelas mereka mendukung. Setiap saat mereka membesuk. Dalam seminggu, hampir setiap hari kecuali hari libur. Mereka membawakan makanan dan menguatkan saya.
 
Apa makanan kesukaan yang selalu dibawakan istri?

Tempe goreng. Seperti ini nih (Antasari mengambil tempe goreng pipih dan mencocolnya pada sambel tomat).

MA : Kasus Antasari Ujian Berat Independensi Hakim

Banjarmasin (ANTARA News) - Kasus Antasari Azhar yang kembali muncul karena adanya indikasi pelanggaran kode etik profesi hakim dalam persidangan, merupakan ujian berat bagi independensi hakim, kata Ketua Mahkamah Agung Harifin A. Tumpa.

"Independensi hakim sedang mendapatkan ujian berat, antara lain dengan adanya pembentukan opini yang berkembang di masyarakat yang seakan ingin `menakut-nakuti` hakim dalam mengambil keputusan," kata Harifin usai peresmian pengadilan tindak pidana korupsi 14 provinsi yang dipusatkan di Pengadilan Negeri Banjarmasin, Kamis.

Namun bagi hakim yang profesional, lanjut dia, diminta jangan takut terhadap opini tersebut.

Pernyataan yang sebelumnya disampaikan dalam sambutan tersebut, kembali diulang pada saat sesi jumpa pers menjawab tanggapan MA terkait mencuatnya kembali kasus Antasari.

"Seperti yang saya katakan tadi, mencuatnya kasus Antasari adalah ujian berat bagi independensi hakim terutama tentang opini yang kini berkembang," katanya.

Didamping beberapa pejabat penegak hukum lainnya, Harifin mengatakan, saat ini ada upaya pembuatan opin agar hakim takut untuk memutuskan persoalan.

Namun, kata dia, diharapkan opini tersebut tidak membuat hakim takut untuk memutus salah kalau memang salah dan benar kalau benar.

"Saya rasa opini yang berkembang akan merugikan orang-orang yang ingin mendapatkan keadilan," katanya.

Terkait kasus Antasari kata dia, selalu ada upaya hukum yang bisa ditempuh untuk bisa mendapatkan keadilan, dan itu tidak menjadi persoalan. "Saat ini prosesnya sedang berlanjut, semoga kebenaran bisa segera terlihat," katanya.

Sementara itu, tentang pengawasan hakim, Harifin mengatakan, MA, kejaksaan dan lembaga hukum terkait selalu melakukan pengawasan, namun pengawasan tersebut tidak akan mengganggu keputusan hakim.

Selain itu, kata dia, setiap proses persidangan akan direkam dan bisa disaksikan masyarakat secara terbuka untuk menghindari dugaan-dugaan yang tidak diinginkan.

kedatangan sebagian besar petinggi penegak hukum tersebut ke Kalsel untuk meresmikan 14 pengadilan dari 18 pengadilan Tipikor.

Ke-14 pengadilan tersebut yaitu Banjarmasin, Samarinda, Makasar, Mataram, Jayapura, Palembang, Padang, Medan, Tanjung Karang, Pontianak, Pekanbaru, Kupang, Serang dan Yogyakarta.


Ketua KY Bantah Ingin Bebaskan Antasari

"Bukan nilai putusan yang kami persoalkan, tapi pelanggaran kode etik hakim."

VIVAnews - Ketua Komisi Yudisial (KY), Eman Suparman, membantah bahwa KY telah kebablasan masuk dalam putusan hakim terkait penanganan perkara pembunuhan dengan terpidana mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar.
Dia juga menegaskan pengusutan KY bukan bertujuan untuk membebaskan Antasari.

"Ini yang harus diluruskan. Bukan nilai putusan yang kami persoalkan, tapi kami lagi cari pelanggaran kode etik hakim, sesuai koridor yang diberikan undang-undang," katanya di kantor KY, Jakarta, 26 April 2011.

KY meminta agar publik tidak salah paham dengan pengusutan KY dalam kasus tersebut. "Kami tidak dalam rangka membebaskan Antasari," jelasnya.

Kode etik, terangnya, menyebutkan hakim tidak boleh diintervensi dalam mengambil keputusan. KY tengah mencari tahu apakah hakim mendapat tekanan saat memutus perkara tersebut. Jika terbukti hakim mendapat tekanan, indikasi pelanggaran kode etik pun ada.  "Yang penting bagi kami intervensi itu kan bagian dari pelanggaran."

Sebelumnya, KY mmengindikasikan ada pelanggaran profesionalisme yang dilakukan majelis hakim perkara Antasari Azhar dari tingkat pertama sampai kasasi. Majelis Hakim dinilai telah mengabaikan beberapa bukti-bukti kunci dalam perkara pembunuhan berencana tersebut.

Bukti-bukti kuat yang dimaksud adalah pengabaian keterangan ahli balistik dan forensik. Selain itu, juga pengabaian atas bukti berupa baju korban yakni Nasrudin Zulkarnain, yang tidak pernah dihadirkan dalam persidangan.

Antasari sendiri telah divonis 18 tahun penjara oleh MA di tingkat kasasi dalam kasus pembunuhan Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen itu. Majelis kasasi menyatakan Antasari terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Nasrudin.

KY Tidak Intervensi Kasus Antasari

Surabaya (ANTARA News) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menyatakan bahwa Komisi Yudisial (KY) tidak mengintervensi kasus Antasari Azhar, mantan Ketua KPK, terkait dugaan pengabaian bukti dalam kasus itu.

"Saya tidak tahu ada-tidaknya rekayasa kasus itu, tapi KY itu punya kewenangan untuk menyelidiki dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim dalam kasus itu," katanya menjawab ANTARA disela penutupan lokakarya investigasi korupsi untuk jurnalis di Surabaya, Rabu malam.

Menurut Busyro yang juga mantan Ketua KY itu, dirinya saat menjabat Ketua KY sebenarnya sudah membentuk tim untuk meneliti dokumen putusan kasus Antasari itu, namun penelitian belum tuntas hingga dirinya mengakhiri jabatan di KY itu.

"Penelitian itu belum selesai, karena dokumen itu tebalnya 550 halaman, sehingga penelitian saat itu belum menemukan adanya dugaan pelanggaran kode etik itu, namun pengaduan terkait dugaan itu kini dilanjutkan penelitian oleh KY saat ini. Itu sudah benar," katanya.

Bahkan, katanya, penelitian KY terhadap pengaduan terkait dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim dalam kasus Antasari itu sudah dibahas dalam pertemuan di Mahkamah Agung (MA) pada beberapa waktu lalu.

"Dalam pertemuan itu disimpulkan bila KY melakukan kontrol materi kasus itu, maka KY mengarah pada intervensi, tapi bila KY meneliti pelanggaran kode etik, maka KY tidak melakukan intervensi, tapi hal itu memang sudah menjadi tugas KY," katanya.

Ia menjelaskan KY itu berwenang melakukan pengawasan dalam hukum acara, termasuk dalam kaitan pembuktian. "Kalau ada kesaksian yang tidak dipertimbangkan oleh hakim, maka pengabaian bukti itu merupakan pelanggaran kode etik," katanya.

Sebelumnya, KY mengatakan kesimpulan sementara menemukan indikasi pelanggaran profesionalitas hakim yang menangani persidangan Antasari Azhar karena mengabaikan bukti.

Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar, di Jakarta, Rabu (13/4), mengatakan hakim kasus Antasari ini juga mengabaikan keterangan ahli yang terkait senjata atau peluru serta terkait dengan teknologi informasi.

Atas kesimpulan sementara ini, KY akan melangkah ke tahap berikutnya, yaitu meminta keterangan dari para pihak, yakni pelapor, saksi beserta ahli (seperti ahli balistik, IT) hingga terlapor.

Antasari divonis 18 tahun penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena terbukti melakukan pembunuhan berencana dan dijerat dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP pasal 340 dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati.

Antasari juga dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan perbuatan membujuk orang lain melakukan pembunuhan berencana terhadap Nasrudin Zulkarnaen.

Pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi, permohonan Antasari Azhar ditolak. Vonis seperti Antasari itu juga sama ditujukan kepada terdakwa lain, yakni mantan Kapolres Jakarta Selatan Komisaris Besar Wiliardi Wizar 12 tahun, Sigid Haryo Wibisono 15 tahun, dan Jerry Hermawan Lo 5 tahun penjara.

Achmad Ali Nilai KY Kebablasan

Makassar (ANTARA News) - Komisi Yudisial tidak memiliki kewenangan untuk menilai putusan hakim dalam kasus mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Antasari Azhar, kata pakar Hukum Pidana Universitas Hasanuddin Makassar, Prof Dr Achmad Ali.

"Komisi Yudisial tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penilaian terhadap putusan hakim apakah benar 100 persen, apalagi melakukan pemeriksaan terhadap putusan tersebut," ungkapnya di Makassar, Kamis.

"Fenomena ini telah menunjukkan bahwa Komisi Yudisial telah kebablasan dalam menjalankan fungsi serta kewenangannya," ucapnya.

Polemik mengenai kasus Antasari ini muncul setelah Komisi Yudisial menilai bahwa hakim yang memutus kasus tersebut mengabaikan keterangan ahli yang terkait senjata atau peluru serta terkait dengan teknologi informasi.

Menurutya, prinsip universal dalam negara hukum adalah kekuasaan peradilan yang mandiri dan bebas dari campur tangan pihak manapun, dan hal ini pun sudah diatur secara tegas dalam UUD 1945.

Ia mengatakan, di dalam Hukum Acara Pidana juga sudah menentukan aturan main mengenai putusan hakim, di mana jika putusan Hakim dirasakan tidak adil dan menyimpang maka ada upaya hukum banding dan kasasi.

"Bahkan, jika memenuhi syarat, pihak yang merasa dirugikan bisa mengajukan peninjauan kembali," tuturnya.

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004, dinyatakan bahwa Komisi Yudisial hanya memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan, menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta perilaku hakim.

Dalam hal ini, Komisi Yudisial bisa melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran kode etik kehakiman, bukan dalam menilai dan memeriksa putusan hakim.

Ia menambahkan, kondisi ini semakin diperparah dengan munculnya opini di berbagai media dan demonstrasi massa yang menuntut pembebasan Antasari Azahar, yang justru tidak memberikan pendidikan hukum bagi masyarakat. 




Ketua MA: Jangan Salahkan Hakim

VIVAnews - Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin A Tumpa menegaskan, seorang hakim tidak bisa disalahkan selama pengambilan keputusannya sesuai dengan norma yang ada.
Hal itu disampaikan Harifin menanggapi rencana Komisi Yudisial memanggil  hakim-hakim yang menangani kasus pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran, Nasruddin Zulkarnaen dengan terpidana mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPKP), Antasari Azhar.

Menurut Harifin, seorang hakim juga tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pasca-pengambilan keputusan, karena putusan itu mempunyai kekuatan hukum. "Selama ini hakim sudah melalui prosedur," kata Harifin usai penyerahan gelar doktor honoris causa di Kampus Tamalanrea, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis 14 April 2011.

Terkait dengan sejumlah putusan yang ditengarai ada faktor 'X', Harifin menegaskan, yang harus diperiksa adalah tingkah laku hakimnya. "Misalnya ada yang menerima suap atau kongkalikong dengan pihak pihak yang berperkara, maka bukan putusannya yang diperiksa, tapi tingkah laku hakimnya," jelasnya lagi.

Lebih jauh, mantan Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta ini menilai, bahwa hakim memang akan selalu mendapat sorotan dalam memutuskan perkara. Namun ia mengingatkan, bahwa tugas hakim memang memeriksa perkara, mulai dari keterangan saksi, terdakwa dan surat surat lainnya.

Sehingga menurut Harifin, jika ada yang menganggap ada hakim yang tidak cermat atau melakukan kekeliruan, maka itu hanya sebatas penilaian orang.

Komisi Yudisial (KY) menemukan indikasi pelanggaran kode etik dan perilaku hakim yang menangani perkara pembunuhan berencana dengan terpidana Antasari Azhar, mantan Ketuak Komisi Pemberantasan Korupsi.

KY menduga majelis hakim tingkat pertama hingga kasasi telah mengabaikan bukti penting. "Kesimpulan sementaranya, ada potensi pelanggaran perilaku hakim terutama dalam hal profesionalitas karena mengabaikan bukti-bukti kuat yang ada di persidangan," kata Juru Bicara KY, Asep Rahmat, saat dihubungi VIVAnews.com, Rabu 13 April 2011. Rencananya pekan depan, KY mulai akan memanggil pengacara, saksi penting, dan terakhir adalah majelis yang menangani persidangan kasus Antasari.


Jakarta (ANTARA News) - Komisi Yudisial akan meminta keterangan majelis hakim yang menangani kasus Antasari Azhar berkaitan dengan pengabaian bukti-bukti penting yang dilakukan majelis hakim dari tingkat pertama, banding, maupun kasasi.

Ketua KY Erman Suparman usai bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa pemanggilan majelis hakim tersebut akan dilakukan setelah KY selesai mengumpulkan bukti-bukti yang jelas serta keterangan para saksi.

"Pada akhirnya kami akan melakukan pemeriksaan setelah semua bukti-bukti dan indikasi-indikasi dilengkapi," katanya.

KY, lanjut dia, tidak ingin keliru dalam melakukan pemeriksaan sehingga baru melakukan pemanggilan majelis hakim yang menangani kasus Antasari Azhar setelah melengkapi diri dengan bukti dan keterangan saksi yang jelas. "Setelah semuanya jelas, baru kami akan periksa," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Suparman Marzuki menyatakan KY menengarai ada indikasi pelanggaran kode etik dan perilaku hakim dalam penanganan perkara mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar.

KY menilai terjadi pengabaian bukti-bukti penting yang dilakukan oleh majelis hakim baik pada tingkat pertama, banding, maupun kasasi.

Pengabaian bukti tersebut antara lain keterangan ahli balistik dan forensik Abdul Mun`in Idris dan baju milik korban, direktur PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnaen, yang tidak dihadirkan dalam persidangan.

Pengabaian bukti itu, menurut KY, merupakan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim, khususnya dalam prinsip profesionalitas dan kehati-hatian.

Terkait dengan hal itu, KY segera memanggil sejumlah pihak seperti ahli balistik dan forensik, serta pengacara Antasari Azhar sebagai pihak pelapor sebelum memanggil majelis hakim untuk dimintai keterangan.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar