Rabu, 18 Mei 2011

Eksekusi Kampus Trisakti

Beriatnaya ada disini sobat

Juru Sita PN Jakarta Barat Siap Eksekusi Trisakti Pagi Ini

Didi Syafirdi - detikNews

Jakarta - Juru sita Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat akan melakukan eksekusi terhadap 9 orang tergugat terkait sengketa kepengurusan Trisakti antara pihak yayasan dan universitas. MA menetapkan kepengurusan sah dimiliki oleh pihak yayasan.

"Kita menjalankan putusan MA untuk mengeksekusi 9 orang tergugat," ujar Juru Sita PN Jakarta Barat, Sulaiman, kepada wartawan, Kamis (19/5/2001).

Menurut Sulaiman, pihaknya hanya menjalankan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Sehingga tidak akan mengganggu kegiatan belajar para mahasiswa di dalam kampus. Eksekusi rencananya akan dilakukan pukul 09.00 WIB.

"Aktivitas kampus normal, hanya 9 orang (yang dieksekusi), bukan keseluruhan. Mahasiswa, karyawan (beraktivitas) seperti biasa," katanya.

Ketua Forum Komunikasi Karyawan Universitas Trisakti, Advendi Simangungsong, meminta agar pengadilan menunda rencana eksekusi. Mereka meminta agar pengadilan menunggu sampai ada putusan PK dari MA.

"Kita minta eksekusi ditunda. Kita masih melakukan PK," tegasnya.

Pada Kamis 12 Mei lalu para dosen, karyawan dan mahasiwi menggelar aksi di PN Barat meminta penundaan eksekusi. Mereka juga sempat menyampaikan permohonan ini dengan menemui Ketua PN Barat, Lexsy Mamonto.

Putusan kasasi MA oleh majelis kasasi Zaharuddin Utama, Soltoni Mohdally dan Takdir Rahmadi pada 28 September 2010 lalu, telah mengembalikan pengelolaan Universitas Trisakti kepada Yayasan Trisakti. MA menilai Yayasan Trisakti sebagai pihak sah untuk mengelola Universitas Trisakti dan sekaligus menegaskan bahwa Yayasan Trisakti adalah Badan Pembina Pengelola Badan Penyelenggara dari Universitas Trisakti yang sah secara hukum.


Kertas Putusan Direbut, Eksekusi di Kampus Trisakti Ricuh

Didi Syafirdi - detikNews


Jakarta - Eksekusi 9 orang tergugat terkait sengketa kepengurusan Universitas Trisakti antara pihak yayasan dan universitas berlangsung ricuh. Kericuhan terjadi saat seseorang tiba-tiba merebut kertas putusan eksekusi yang dibacakan oleh juru sita.

Insiden ini terjadi sekitar pukul 10.20 WIB di depan pintu masuk Kampus Trisakti di Jl S Parman, Kamis (19/5/2011). Saat itu, juru sita dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat membacakan putusan eksekusi terkait sengketa di Kampus Trisakti. Saat sang juru sita membacakan, tiba-tiba kertasnya direbut oleh seseorang yang belum diketahui identitasnya.

Akibat aksi ini, polisi langsung hendak menagkap pelaku perebut kertas, namun sejumlah mahasiswa menghadang polisi. Dorong-dorongan antara mahasiswa dan polisi pun terjadi.

Melihat situasi yang tidak terkendali, kuasa hukum Universitas Trisakti, Bambang Widjojanto langsung mengambil pengeras suara.

"Universitas Trisakti harus dijaga kehormatannya. Saya minta semua tenang, yang tidak ada kepentingan sebaiknya mundur. Juru sita sudah sampaikan maksudnya, kita sudah menolak," kata Bambang.

"Kita meminta saat ini juru sita pulang, jangan buat tekanan, intimidasi, silakan bicara dengan baik," tambah mantan calon pimpinan KPK ini.

Mendengar seruan Bambang, suasana pun mereda. Juru sita dan sejumlah polisi yang bertugas mengeksekusi berangsur-angsur mundur, dan mengurungkan niat eksekusi.

PN Jakarta Barat hari ini memang direncanakan akan menjalankan putusan MA untuk mengeksekusi 9 orang tergugat. Putusan kasasi MA oleh majelis kasasi Zaharuddin Utama, Soltoni Mohdally dan Takdir Rahmadi pada 28 September 2010 lalu, telah mengembalikan pengelolaan Universitas Trisakti kepada Yayasan Trisakti.

MA menilai Yayasan Trisakti sebagai pihak sah untuk mengelola Universitas Trisakti dan sekaligus menegaskan Yayasan Trisakti adalah Badan Pembina Pengelola Badan Penyelenggara dari Universitas Trisakti yang sah secara hukum.

Sengketa Usakti, Komisi X DPR Dukung Keputusan MA

RMOL. Sengketa kepemilikan Universitas Trisakti  (Usakti)  antara pihak rektorat dengan yayasan memasuki babak baru.

Mahkamah Agung mengeluarkan putusan agar PN Jakarta Barat mengeksekusi putusan tersebut.  Dalam menyikapi keputusan MA  No 821 K/Pdt/2010 terkait kepemilikian Usakti kepada Yayasan Trisakti, Komisi X DPR berkomitmen  mengawal dan mendukung eksekusi sehingga proses belajar bisa terjamin kelangsungannya dan tidak terhalang akibat adanya multi tafsir dari butir 4 putusan tersebut.

Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR Rully Chairul Azwar, putusan Mahkamah Agung terkait kepemilikian kampus tersebut  yang akan dilaksanakan PN  Jakarta Barat setidaknya bisa memberikan kepastian hukum terhadap kasus tersebut.

"Putusan MA pasti akan kita patuhi dan kami tidak terima proses belajar mengajar terhenti karena beda penafsiran di lapangan. Kami akan kawal itu," kata Rully usai melakukan audiensi dengan Yayasan Trisakti di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta (Rabu,18/5).

Politisi Golkar itu mengatakan kalau pihaknya  tidak asal mendukung tapi mendapat kepastian bahwa pihak yang dikenakan sanksi hanya 9 orang saja. Sehingga diperlukan sebuah penetapan baru yang menegaskan bahwa ada penjaminan tidak semua pihak yang disebutkan dalam butir 4 putusan MA akan dikenakan eksekusi.

Dalam butir 4 amar putusan disebutkan bahwa 'Menghukum para tergugat atau siapapun tanpa kecuali yang telah mendapatkan hak dan kewenangan dengan cara apapun juga dari tergugat dengan memerintahkan secara paksa dengan menggunakan alat negara (kepolisian). Tidak memperbolehkan masuk ke dalam semua kampus Usakti  dan atau tempat lain yang fungsinya sama atas alasan apapun dan dilarang melakukan kegaiatn Tridarma Perguruan Tinggi dan manajemennya untuk semua jenjang dan jenis program studi baik di dalam maupun di luar Kampus A Trisakti Jalan Kyiai Tapa No 1 Grogol Jakarta Pusat sepanjang memakai baik secara langsung atau tidak langsung nama Universitas Trisakti'.

"Mereka sudah menjamin akan ada penetapan serta tidak ada tafsir lain,  maka kita tidak akan menghalangi keputusan pengadilan. Tadi disebutkan yang kena sanksi 9 orang saja," kata Rully.

Sementara itu Harry Tjan Silalahi selaku Ketua Dewan Pembina Yayasan Trisakti usai audiensi yang juga didampingi Goerge Tahija sebagai  Ketua Pengurus Yayasan Trisakti, dan Amirudin A sebagai Kuasa Hukum serta anggota pengurus lainnya mengungkapkan pihaknya berkomitmen akan meningkatkan kualitas pendidikan dari yang sebelumnya setelah putusan MA nanti. Hal itu ditegaskanya bahwa sejak didirikannya Usakti niversitas Trisakti hingga saat ini telah memiliki sedikitnya 6 lembaga perguruan tinggi yang setara.

Sementara pihak yang akan dieksekusi antara lain Prof Dr Thoby Mutis, Advendi Simangunsong SH, MH, Prof Dr HA Prayitno, dr Sp Kj Drs Imanuel Bonjol Siagian, Mh, Prof Drs Yuswar Z Basri, H.I Komang Sukarsa, H Endar pulungan, Endyk M Asror dan Hein Wangania SH, MH. Eksekusi terhadap mereka akan dilaksanakan besok (Kamis, 19/5). [dry]

Pakar: Eksekusi Trisakti untuk Kepastian Hukum

Jakarta (ANTARA News) - Eksekusi Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 821 K/Pdt/2010 terkait kepemilikian Universitas Trisaksi yang akan dilaksanakan Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada (19/5) tidak hanya  semata menegaskan kemenangan pihak Yayasan Trisakti, tetapi sebagai bagian penting dari upaya menciptakan kepastian hukum, kata pakar.

Prof Dr Thomas Suyatno, Guru Besar Manajemen dan Akademisi Senior menyatakan prinsipnya sebagai negara hukum dalam sengketa Trisakti segala sesuatu harus tunduk pada perundang-undangan yang berlaku. Apalagi, keputusan hukum yang sudah dikeluarkan oleh lembaga tertinggi Mahkamah Agung (MA), harusnya semua tunduk. Warga negara dan bagian yang ada di dalamnya harus tunduk pada UU yang berlaku.

"Peraturan perundang-undangan menyebutkan bahwa Perguruan Tinggi Swasta (PTS) penyelenggaranya bersifat nirlaba yang dikelola oleh yayasan, perkumpulan, perhimpunan dan badan hukum sejenis," ungkap Thomas yang juga dosen di Program Doktoral Universitas Negeri Jakarta (UNJ), dalam keterangan tertulisnya, Selasa.

Menurut Thomas, untuk kasus Trisakti tentu ada pengelolanya. Dalam hal ini yayasan, terlepas dari peralihan Res Publika menjadi Trisakti. "Sepengetahuan saya sebagai akdemisi, pengelolaan pendidikan tinggi harus dilakukan oleh badan hukum, bahkan pemerintah pun mengakui itu. Jadi tidak mungkin sebuah pendidikan tinggi swasta dapat berdiri sendiri," ujarnya.

Sementara, Prof Dr Rudi Satrio, Guru Besar Hukum UI menyatakan bahwa proses hukum yang sudah dilakukan dan memperoleh keputusan harus dilaksanakan. Dalam sengketa Trisakti, keputusan MA menjadi keputusan terakhir. Ada perintah eksekusi menjadi kewenangan pengadilan setempat harus dilaksanakan.  Sebab itu adalah perintah UU yang harus ditaati dan tidak boleh dilawan.

Pelaksanaan eksekusi bagi Thoby Mutis Cs, sambung Rudi, harus dilaksanakan oleh Pengadilan, hukum acara dan peraturan perundang-undangan terkait juga memberikan kewenangan kepada ketua pengadilan negeri sebagai pelaksana putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Dan perlu dipahami bahwa eksekusi tersbut ditujukan kepada para tergugat Thoby Mutis Cs, bukan fisik kampus, sebagaimana keputusan pengadilan.

"Dalam kasus ini, Ketua PN Jakarta Barat yang diberi kewenangan tersebut. Dalam menjalankan kewenangan ini, ketua pengadilan negeri dimungkinkan menggunakan alat kekuasaan negara (Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung, Red)," kata Rudi.

Pada kesempatan terpisah, Ketua Krisis Center dan Informasi Universitas Trisakti Dr. Advendi Simangunsong, SH, MM dalam siaran persnya menyatakan, putusan hakim kasasi MA Nomor 821 K/Pdt/2010 tersebut beserta penetapannya punya potensi dapat dikualifikasi sebagai pelanggaran HAM dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Oleh karena itu, Advendi mengharapkan, seyogyanya putusan tersebut tidak dapat dieksekusi, dan diharapkan mampu memberikan perlindungan hukum kepada civitas akademika secara keseluruhan; menyatakan substansi amar putusan di atas dan pelaksanaan penetapan adalah tindakan pelanggaran HAM.

Selain itu, melakukan tindakan dan upaya lain yang diperkenankan sesuai hukum atas pelanggaran HAM dan peraturan perundangan seperti tersebut dalam amar putusan di atas sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat; serta memeriksa para pihak yang diduga keras telah melakukan pelanggaran  sebagaimana dimaksud dalam butir-butir di atas.(*)



Trisakti Adukan Pelanggaran Etik Hakim ke KY

INILAH.COM, Jakarta - Kuasa hukum Universitas Trisakti Bambang Widjojanto melaporkan pelanggaran etik dan perilaku hakim ke Komisi Yudisial (KY) pada Kamis (5/5/2011) di kantor KY, Jakarta Pusat. Hal ini terkait sengketa antara pihak Universitas dengan Yayasan Trisakti.

Pelanggaran yang dimaksud Bambang adalah penetapan eksekusi tertanggal 20 April 2011. Perihal undangan rapat koordinasi dalam rangka pelaksanaan eksekusi yang ditandatangani oleh Anshori Thoyib (panitera) dalam kapasitas sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat (H.Lexsy Mamato).

Bambang menilai pelaksanaan eksekusi ini tidak benar karena melibatkan aparat TNI yaitu Komandan Gartap I Ibukota Jakarta Raya Up Asops, Komandan Kodim 0503 Jakarta Barat, Komandan Sub-Gar Jakarta Barat dan Koramil Grogol Petamburan Jakarta Barat.

"Ada suratnya, jadi surat dari kepala pengadilan negeri melakukan rapat koordinasi, dalam rapat itu yang diundang Kapolda, Kapolres, Kapolsek, sama satu lagi itu Garnisun, Kopgar III, Kodim, Subkorbar, Koramil, kayak gitu. Pokoknya komplikasi macam-macam di situ. Ini disengaja atau nggak, kalau sengaja ini berbahaya. Ini sensitiflah," jelas Bambang di kantor KY Jakarta Pusat, Kamis (5/5/2011).

Pihak Bambang juga mempertanyakan amar putusan a quo dalam nomor 4. Dimana dalam putusan itu dikatakan menghukum para tergugat atau siapapun tanpa kecuali yang telah mendapat hak dan kewenangan dengan cara apapun dari tergugat dengan memerintahkan secara paksa dengan menggunakan alat negara (Kepolisian). Tidak memperbolehkan masuk ke dalam semua kampus Universitas Trisakti dan atau tempat lain yang fungsinya sama atas alasan apapun dan dilarang melakukan kegiatan Tridarma Perguruan Tinggi dana manajemennya.

Menurutnya, putusan ini ada menimbulkan ketidakpastian hukum. Karena amar putusannya bersifat meluas dan menarik siapapun menjadi pihak. Juga, terkait digunakannya alat negara (Kepolisian) yang diperintahkan secara paksa. Yang dipermasalahkan juga menyangkut pelarangan kegiatan Tridarma Perguruan Tinggi. "Penetapan eksekusi, saya diminta hadir, saya periksa. Penetapan rapat koordinasi melibatkan militer. Kita ngeri," katanya.

Dia juga mengaku, amar putusan terlalu luas. "Nah untuk itu saya datang ke kampus, tak baca lagi amar putusan, ternyata amar putusanya luas sekali.
Sebenrnya yang dieksekusi itu orang-orang tertentu, tergugat itu gak boleh lagi masuk ke kampus, itu eksekusinya. Rektor, ada cukup banyak ininya. Nah kalau mereka dieksekusi dan siapapun yang mendapat kewenangan rektorat artinya seluruh dosen, nah itu yang ingin kami persoalkan," jelasnya. [bar]

Polisi Dikerahkan untuk Eksekusi Trisakti

INILAH.COM, Jakarta- Pengadilan Negeri Jakarta Barat besok (Kamis 19/5/2011) akan mengeksekusi keputusan Mahkamah Agung (MA) untuk melarang sembilan orang pengurus Universitas Trisaksi (Rektor Thoby Mutis, dkk) melakukan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi, termasuk di antaranya mewisuda sarjana.
Kuasa Hukum Yayasan Trisakti, Luhut Pangaribuan berharap eksekusi itu berjalan damai dan tidak menimbulkan bentrok fisik. “Kami minta agar semua pihak menghormati hukum yang ada dan berlaku kooperatif,” ujar Luhut kepada wartawan, Rabu (18/5/2011). Eksekusi rencananya akan dilakukan sekitar pukul 08.00 Wib yang dijaga ketat polisi dari Polres setempat dibantu Polda Metro Jaya.
Hal itu disampaikan Luhut menyusul dirinya banyak mendengar isu yang mencoba ‘membakar’ suasana. "Karena itulah kami minta semua pihak menahan diri, biarkan hukum yang bekerja.”
Sebaliknya, bila sampai terjadi bentrok fisik yang disebabkan oleh pihak-pihak yang menghalangi eksekusi, pelaku bisa diancam pidana, “Diancam pidana 7 tahun jika dilakukan oleh dua orang atau lebih atau 8 tahun enam bulan jika berakibat luka atau 12 sampai 15 tahun jika luka berat atau sampai ada yang meninggal, itu diatur dalam pasal 214 KUHP,” ujar Amiruddin Aburaera, Kuasa Hukum Yayasan Trisakti lainnya.
Ketua Tim V yayasan Trisakti, Anak Agung Gde Agung mengaku pihaknya sudah meminta Kapolda Metrojaya Inspektur Jenderal Sutarman untuk menjamin keamanan selama proses eksekusi berlangsung. "Kapolda akan menambah pasukan untuk melakukan backup pengamanan," jelas Anak Agung.
Sebelumnya, MA menolak kasasi yang diajukan Rektor Trisakti, Prof Thoby Mutis. Putusan itu memperkuat keputusan Pengadilan Tinggi DKI yang menyatakan Yayasan Trisakti selaku Pembina Pengelola Badan Penyelenggara dari Universitas Trisakti.
Konflik itu bermula ketika Thoby selaku Rektor Universitas Trisakti mengganti status Universitas Trisakti dengan menghapus nama Yayasan Trisakti sebagai pemilik Universitas Trisakti. [tjs]


Kasus Yusril Ihza Mahendra

  Beritanya begini nih :

Yusril Dilaporkan Police Watch ke Polisi

INILAH.COM, Jakarta - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, mendatangi Polda Metro Jaya, Rabu (18/5/2011) untuk melaporkan Yusril Ihza Mahendra.
Yusril dinilai telah melakukan fitnah, pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan kepada IPW. Menurut Neta, IPW juga sama sekali tidak pernah datang berdemo ke Mabes Polri, Kejaksaan, Pengadilan dan DPR untuk meminta Mabes Polri agar mengusut aliran dana Sisminbakum.

"Yang biasa kami lakukan adalah berkorespodensi melalui surat, mediasi atau beraudiensi," terang Neta di Polda Metro Jaya, Rabu (18/5/2011).

Neta juga membantah adanya tudingan pembayaran yang di lakukan Siti Hardiyanti Rukmana dalam kasus kepemilikan TPI melalui tangan kanannya Sodik Wahono kepada IPW dalam surat elektronik yang dikirimkan oleh Yusril dan kuasa hukumnya Jurhum Lantong.

"Itu fitnah. Kami tidak kenal dengan yang namanya Sodik Wahono. Apalagi dengan Tutut, sama sekali tidak kenal dan tidak pernah bersinggungan," tutur Neta
"IPW mendesak kasus Sisminbakum harus segera ditandatangani oleh polisi karena IPW melihat kasus Sisminbakum terkatung-katung dan IPW khawatir kasus ini di peti-eskan," tandasnya. [mvi]

Yusril: Saya Senang Dilaporkan Neta S Pane

Menurut Yusril, sejak awal Sisminbakum dikasuskan karena pertarungan berbagai kepentingan.

VIVAnews - Mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra dilaporkan Indonesian Police Watch (IPW) ke Polda Metro Jaya. Bagi Yusril, laporan Ketua Presidium IPW Neta S Pane itu akan membuka jalan bagi polisi untuk mengungkap kasus Sisminbakum, Sistem Administrasi Hukum Umum. Yusril mengaku senang.

"Dengan begitu maka nanti akan terungkap siapa yang bermain dalam kasus Sisminbakum," kata Yusril saat dihubungi VIVAnews.com.

Menurut Yusril, sejak awal Sisminbakum dikasuskan karena pertarungan berbagai kepentingan. Di Kejagung sendiri, para jaksa berbeda pendapat atas kasus ini, pidana atau bukan.

"Jadi, saya senang saja dengan langkah Neta S Pane. Pengaduannya ke polisi telah membuatnya menjadi pembuka jalan untuk mengungkapkan kasus yang lebih besar, yakni dugaan adanya mafia hukum yang bermain mengkasuskan Sisminbakum," kata mantan menteri yang 'menjatuhkan' Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung ini.

Dalam laporan bernomor TBL/1690/5/2011/PMJ/Ditreskrimum ini, Yusril dituduhkan dengan Pasal 27 juncto pasal 45 UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 310, 311 KUHP.

Menurut Neta S Pane, Yusril telah menyebarkan berita bohong. Yaitu menyebarkan informasi bahwa IPW pernah melakukan aksi demonstrasi di Mabes Polri atas perintah dan bayaran dari anak mantan Presiden Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana atau  Tutut.

"Jelas itu fitnah dan pembunuhan karakter serta pencemaran nama baik kepada LSM kami," ujar Neta usai melapor di Sentra Pelayanan Kepolisian Polda Metro Jaya, kemarin.

Mengenai tuduhan IPW, Yusril akan mengikuti proses hukum yang berjalan. "Benar atau tidak tuduhan itu, biar penyidik yang membuktikan," jelas pria yang juga mantan Menteri Sekretaris Negara ini. (eh)

Yusril: Pernyataan Suparman Marzuki Keliru

INILAH.COM, Jakarta - Penasehat hukum Yusril Ihza Mahendra, Jamaluddin Karim menilai, pernyataan dari anggota Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki yang mendesak Kejaksaan Agung untuk meneruskan kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) ke pengadilan adalah keliru.

"Tindakan keliru yang tidak sepantasnya dilakukan oleh seorang Angota KY," ujar Jamaluddin Karim melalui rilisnya, Rabu (11/5/2011).

Menurut Jamaluddinm sesuai ketentuan UUD 1945 dan UU No 22 Tahun 2004, Komisi Yudisial adalah lembaga negara dengan tugas utama melakukan rekruitmen hakim agung dan pengawasan perilaku hakim.

Karena itu, menurut dia tidak ada urusannya Komisi Yudisial mengomentari, apalagi mendesak Kejaksaan Agung untuk meneruskan suatu perkara ke pengadilan. Hal ini karena KY bisa melampaui tugas dan kewenangannya.

Sebagaimana diberitakan, Suparman Marzuki dalam diskusi yang diselenggarakan National Press Club di Jakarta kemarin (Selasa 10/5/2011) mengatakan, citra Kejaksaan Agung akan rusak dan rakyat tidak mempercayai lagi lembaga itu, jika kasus Sisminbakum tidak diteruskan ke pengadilan.

Dia menjelaskan, KY berkewajiban untuk menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga prilaku hakim, bukan aparat Kejaksaan. Melakukan desakan agar Kejaksaan Agung meneruskan perkara adalah diluar kewenangan anggota KY.

"Suparman telah masuk ke arena politik, yang tidak pantas dilakukan oleh seorang anggota Komisi Yudisial," tegas Jamaluddin Karim. "Bagaimana dia dapat melaksanakan tugas menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim, kalau perilakunya sendiri melanggar keluhuran martabat Komisi Yudisial," kata dia.

Karena itu, pdia meminta kepada pimpinan KY serta Komisi III DPR untuk meminta klarifikasi kepada Suparman Marzuki atas pernyataannya. [mvi]

Aktivitas Terorisme di Penjara

Ini Kata Media

"Teroris Buat Pemerintah Bayangan di Penjara"

Penjara bukan lokasi yang efektif untuk menanggulangi terorisme.

VIVAnews -- Bahwa penjara menjadi ajang perekrutan dan regenerasi teroris sudah diketahui Kepolisian Indonesia. Namun, hasil penelitian terbaru Institut Kebijakan Strategis Australia (Australian Strategic Policy Institute) menunjukkan fakta mencengangkan: para teroris membentuk pemerintahan bayangan di balik jeruji penjara.

Seperti dimuat theaustralian.com.au, Rabu 18 Mei 2011 malam, di balik sel, teroris melakukan perekrutan anggota, mengirimkan uang dari penjara ke penjara, dan setidaknya sekali, para teroris bahkan mengkoordinasi aksi teror.

Tak hanya itu, hasil penelitian menunjukkan, para narapidana terorisme juga menjalankan bisnis, menggunakan telepon genggam untuk berkotbah pada pengikut di luar, dan mendominasi masjid penjara.

Dalam laporan berjudul 'Jihadist in Jail' atau 'Berjihad di Penjara', Dr Carl Ungerer menggambarkan, bagaimana para teroris memanipulasi sistem penjara dan mengatasi batasan-batasan bergerak dalam bui.

Ini  justru akan memperkuat ancaman teroris, menciptakan pertemanan dan aliansi antara teroris yang bahkan mampu menyeberang batasan tradisional organisasi.

Misalnya, anggota kelompok yang sebelumnya bermusuhan, seperti Jemaah Islamiyah dan Darul Islam, bekerja sama satu sama lain dalam demi jihad.

Kesimpulan yang dihasilkan Dr Ungerer berdasarkan hasil wawancara ekstensif atas namanya pada lebih dari 30 militan, baik yang berada di penjara maupun dalam tahanan Polri.

Dalam laporannya disebutkan, para teroris menjalankan usaha kecil di balik penjara, seperti menjual kartu isi ulang telepon genggam, membuka warung makan, mejual minyak dan gula.

Sementara, penghuni penjara Cipinang di Jakarta diketahui mengirimkan sejumlah uang pada rekannya yang berada di Lapas Batu, Nusakambangan, Cilacap -- yang dikenal sebagai 'Alcatraz'-nya Indonesia. Sementara, telepon genggam dan barang terlarang lainnya diselundupkan ke tahanan teroris.

Kasus yang paling buruk adalah sipir Lapas Kerobokan, Benni Irawan pada tahun 2005 menyelundupkan komputer jinjing (laptop) ke terpidana Bom Bali, Imam Samudra yang saat itu menunggu eksekusi mati.  "Terungkap kemudian bahwa  laptop yang digunakan oleh Imam Samudra digunakan untuk berkomunikasi dengan dengan militan  lainnya dan membantu merencanakan bom Bali kedua," kata  laporan itu. Untuk diketahui, Imam Samudra dan dua rekannya dieksekusi pasukan tembak di Nusakambangan pada 9 November 2008.

Laporan itu menyimpulkan penjara bukan lokasi yang efektif menanggulangi terorisme, juga untuk mengubah perilaku para teroris. "Justru status menjadi narapidana teroris membantu meningkatkan reputasi dan pengaruh mereka dalam penjara," demikian sebut laporan tersebut.

Sebab, mereka yang dinyatakan bersalah atas tuduhan terorisme biasanya dianggap oleh setiap orang di sekitar mereka sebagai orang saleh, bersedia menyerahkan nyawa mereka untuk agama. Juga dianggap berbahaya.

Indonesia telah menangkap hampir 700 orang selama dekade terakhir atas tuduhan teroris dan lebih dari 200 di antaranya dibui.

Tercatat, beberapa narapidana teroris tak merasa jera tapi justru terlibat aksi teror yang diarahkan pada polisi dan kelompok non-muslim yang terjadi baru-baru ini.

Termasuk yang diwawancara adalah Fajar Taslam, yang dinyatakan bersalah membunuh seorang guru Kristen pada 2005, dan mencoba untuk membunuh seorang pastur Katolik pada 2007. Ia mengatakan, "jika dibebaskan hari ini, ia akan mengebom kedutaan AS di Jakarta".

Sementara, Sonhadi, yang dihukum karena menyembunyikan Noordin Top, mengatakan bahwa mantan tahanan, "memegang status tinggi dalam masyarakat setelah menjalani hukuman di balik jeruji besi".

Meski tak memiliki program terkait residivis, juru bicara Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Indonesia membantu mereformasi penjara.

Dimintai tanggapan, Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Komisaris Besar Boy Rafli Amar mengatakan, tindakan terorisme tak hanya di penjara. "Bisa berkembang di mana saja," kata dia, kepada VIVAnews.com, Rabu malam. "Polisi sudah membawa mereka ke penjara, yang memiliki otoritas selanjutnya adalah pihak Lapas."
Baca juga, hasil penelitian peneliti Amerika Serikat soal cara mengurangi radikalisme teroris dalam penjara di sini.

Ditjen LP Bantah Penjara Tempat Aksi Teroris

Penelitian lembaga Australia yang menyebut teroris bebas berkontak di bui tak terbukti.

VIVAnews - Hasil penelitian Institut Kebijakan Strategis Australia (Australian Strategic Policy Institute) menunjukkan hal yang mengagetkan: para teroris membentuk 'pemerintah bayangan' di balik jeruji penjara.

Seperti dimuat theaustralian.com.au, Rabu 18 Mei 2011 malam, di balik sel, teroris bebas beraksi dengan melakukan perekrutan anggota, dan mengirimkan uang dari penjara ke penjara. Bahkan, setidaknya sekali, para teroris mengkoordinasi aksi teror.

Namun, penelitian ini dibantah Juru Bicara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Akbar Hadi Prabowo. Sekarang, hasil penelitian itu tidak bisa dibuktikan.

"Penelitian tersebut jika dikorelasikan dengan kondisi sekarang sudah tidak terbukti. Mungkin kalau dulu bisa jadi terbukti," kata Akbar kepada VIVAnews, Rabu malam, 18 Mei 2011.

Akbar mencontohkan, perbedaan jumlah tahanan di Lembaga Permasyarakatan yang berbeda pada masa lalu dengan sekarang. Lapas di Cipinang misalnya, jika dulu memuat 4000 narapidana, maka sekarang 1300 narapidana.

"Sekarang lapas Cipinang dibagi menjadi beberapa bagian, seperti LPK I, Rutan Cipinang, Rutan Narkoba, dan Rutan Tipikor titipan KPK. Jadi dengan adanya perubahan kondisi dan kuantitas napi kita dapat mengontrol para napi," kata Akbar.

Saat ini Dirjen Lapas sedang melakukan kerjasama dengan Densus 88, Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), dan pihak Australia terkait tahanan kasus terorisme.

"Jika dalam penelitian tersebut dicantumkan ada kerjasama Australia dengan Dirjen Lapas, itu memang betul. Bukan hanya itu, kami juga kerja sama dengan pihak-pihak terkait dan menghasilkan alat ukur yang dinamakan alat VERA (Violent Extreme Risk Assesment)," jelas Akbar.

"Jadi alat ini dapat membantu kami untuk mengklasifikasi tingkat resiko dari napi yang melakukan tindakan kekerasan dan ekstrem. Dengan cara itu kami dapat mengetahui bagaimana menangani napi teroris," lanjut dia.(np)
:

Selasa, 17 Mei 2011

City Bank dan Kolektornya

Ruhut Imbau Nasabah yang Dirugikan Lapor Polisi

Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI, Ruhut Sitompul meminta nasabah Citibank yang selama ini pernah dirugikan dan mendapatkan perlakuan kasar dari "debt collector" yang mereka pekerjakan untuk melaporkannya kepada pihak kepolisian.

"Kalau memang banyak nasabah yang pernah mendapatkan perlakuan kasar dan intimidasi maka laporkan saja ke kepolisian," kata Ruhut di Jakarta, Minggu.

Ia meminta kepada Kepolisian untuk mengungkap tuntas pelaku pembunuhan terhadap nasabah Citibank yang merupakan Sekjen Partai Pemersatu Bangsa (PPB) Irzen Okta.

Ia juga meminta Kapolri Jendral Timor Pradopo untuk bisa mensterilkan anggota-anggotanya dari intervensi maupun dugaan penyalahgunaan lainnya terkait meninggalnya Irzen Okta.

"Salah satu contoh adalah munculnya dua hasil visum yang berbeda atas penyebab tewasnya Irzen Okta. Hal ini seharusnya tidak terjadi. Saya harapkan Kapolri dapat mensterilkan jajarannya sehingga tidak menimbulkan kecurigaan-kecurigaan adanya intervensi pihak lain," ujar Ruhut.

Ruhut tidak menampik mengenai kemungkinan permainan aparat kepolisian atas kejadian itu dan oleh karena itu dirinya juga yakin jika Kapolri akan menindak bawahannya jika memang nanti terbukti ada permainan dalam penanganan kasus itu.

"Kita harapkan polisi dapat menjemput bola dalam menyelesaikan kasus ini dengan turut juga memeriksa dokter forensik yang mengeluarkan dua hasil visum yang berbeda itu," tegasnya.

Ruhut menambahkan, jika terbukti dokter forensik yang melakukan visum memang memalsukan hasil visumnya, maka hal itu sudah masuk ke ranah pidana dan polisi berhak menggunakan pasal-pasal KUHP untuk menanganinya.

"Disini Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang memang biasanya membela rekan-rekan seprofesinya tidak bisa berlindung dibalik kode etik. Ini sudah masuk pidana kalau memang terbukti dia memalsukan visum tersebut," imbuhnya.

Ia juga meminta Bank Indonesia menindak tegas pihak-pihak terkait, termasuk Citibank bila terbukti menggunakan cara-cara yang tidak sesuai dengan prosedur dalam menagih.

"Kalau memang terbukti tidak benar, BI harus bertindak tegas. Kalau memang memungkinkan. Bila perlu menutup Citibank," kata Ruhut.

Sementara itu, Ketua DPP Demokrat Bidang Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Didik Mukrianto dalam perspektif kasus itu masyarakat harus melihat objektif mengenai digunakannya jasa pihak ketiga atau yang selama ini dikenal sebagai "debt collector" untuk menagih kewajiban. Peluang itu jelas Didik dibuka justru oleh Bank Indonesia sendiri.

"Debt collector ini harus disadari adalah cara yang efektif untuk menagih hutang nasabah, karena tentunya jika semua hutang nasabah ditagih melalui prosedur resmi memakan waktu yang panjang dan biaya yang tidak sedikit. Jadi kita harus pahami juga psikologis bank menggunakan jasa debt collector. Tapi pihak bank seharusnya juga tidak melepaskan tangan jika terjadi masalah dan justru harus bertanggungjawab," kata Didik.

Untuk kasus Citibank, Didik melihat kelembagaan collection di bank internasional tersebut tidak terlembaga dengan baik. Hal itu terlihat dari cara-cara penagihan yang tidak jelas apakah itu pengalihan hutang atau pemberian kuasa kepada pihak ketiga untuk menagih.

"Jika hutang dialihkan atau cessi maka tentunya nasabah harus diberitahu bahwa hutangnya telah dialihkan melalui surat resmi dan jika penagihan hutang dikuasakan, maka tentunya pihak debt collector harus menunjukkan surat kuasanya kepada nasabah ketika menagih. Ini tidak pernah terjadi, makanya saya bilang cara mereka cara cowboy saja," demikian Didik Mukrianto.(*)

Kasus El Nusa

Kumpulan Berita kasus El Nusa dapat dibaca dibawah ini :

Direktur Keuangan PT Elnusa Ditangkap

Tersangka diduga kuat melakukan pembobolan rekening PT Elnusa Rp161 miliar. 

VIVAnews - Direktur Keuangan PT Elnusa berinisial SN ditangkap petugas Fiskal, Moneter dan Devisa (Fismondev) Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Dia diduga kuat melakukan pembobolan rekening PT Elnusa senilai Rp161 miliar. Dari tersangka polisi mengamankan satu mobil mewah jenis Hummer sebagai barang bukti.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi, Yan Fitri Halimansyah menegaskan, selain menangkap SE, pihaknya juga mengamankan lima tersangka lainnya, yakni IHB, Kepala Cabang Bank Mega Jababeka.
Selain itu petugas juga menangkap Komisaris PT Discovery berinisial AJ, Dirut PT Discovery berinisial IL, Karyawan PT Discovery berinisial Z, dan RL (broker) yang merupakan buron dalam kasus pembobolan dana Pemkab Aceh di Bank Mandiri Cabang Jelambar, Jakarta Barat.
"Para tersangka dijerat dengan pasal penggelapan jabatan, perbankan dan money laundry," katanya saat dihubungi VIVAnews.com, Sabtu 23 April 2011.

Yan Fitri menjelaskan, modus yang dilakukan tersangka adalah dengan mencairkan deposito milik PT Elnusa senilai Rp161 miliar yang tersimpan di Bank Mandiri. Setelah itu, rekening PT Elnusa dipindah bukukan ke rekening lain di Bank Mega dengan alasan untuk investasi. Namun dana itu malah digunakan untuk kepentingan pribadi para tersangka.

"Jadi Direktur Keuangan PT Elnusa memalsukan tanda tangan Direktur Utama PT Elnusa berinisal E untuk aplikasi pencairan deposito," jelasnya.

Ditambahkan Yan, dari tersangka petugas menyita barang bukti berupa satu unit mobil Hummer, Honda Odyssey, Honda Jazz, Honda CRV, Toyota Fortuner, uang senilai Rp2 miliar dan uang 34.400 US Dollar.

"Keenam tersangka kita sudah kita tahan," ujarnya mengakhiri perbincangan. (eh)


Bank Mega Bantah Terlibat Pembobolan Dana Elnusa

Herdaru Purnomo - detikFinance
Jakarta - PT Bank Mega Tbk (Bank Mega) membantah ada oknum pegawainya yang terlibat dalam pembobolan dana milik PT Elnusa Tbk (ELSA). Bank milik Chairul Tanjung itu menyatakan menegaskan telah menjalankan prosedur yang berlaku terkait pencairan rekening deposito milik Elnusa.

Sekretaris Perusahaan Bank Mega, Gatot Aris Munandar justru menuding kasus pembobolan tersebut dilakukan oleh Direktur Keuangan ELSA sendiri tanpa bantuan oknum pegawai bank.

"Perbuatan tersebut dilakukan secara kolaborasi dengan beberapa pihak dan melalui Bank Mega sebagai perantara transaksi. Dalam proses menjalankan transaksi tersebut, Bank Mega telah menjalankannya sesuai dengan prosedur yang berlaku," ujar  kepada detikFinance di Jakarta, Senin (25/04/2011).

Terkait dugaan adanya oknum pegawai Bank Mega yang dituduhkan hal tersebut tidak benar. Menurutnya kasus pembobolan ini, sambung Gatot adalah murni kepentingan pribadi yang diduga dilakukan oleh Direktur Keuangan ELSA.

"Kasus ini adalah kasus pembobolan PT. Elnusa yang diduga dilakukan oleh Direktur Keuangan PT. Elnusa sendiri dengan modus menggunakan dana perusahaan untuk kepentingan pribadi dengan cara menginvestasikannya di pihak ketiga yang bergerak dalam bidang pengelolaan investasi dengan harapan hasil investasinya digunakan untuk kepentingan pribadi," jelasnya.

Seperti diketahui, Manajemen ELSA mengungkapkan ada pencairan deposito berjangka milik ELSA di Bank Mega tanpa sepengetahuan manajemen Elnusa. Dugaan sementara, ada oknum 'dalam' Elnusa, yakni Direktur Keuangan Santun Nainggolan yang mencairkan dana melalui bantuan orang dalam Bank Mega.

Dana yang dicairkan oleh direktur keuangan Elnusa mencapai Rp 111 miliar, bukan Rp 161 miliar seperti pada dikabarkan sebelumnya. Selisih dana Rp 50 miliar, sempat dicairkan ELSA secara resmi dan telah diterima dengan baik atas perintah manajemen.

Berikut keterangan kronologi pembobolan dana versi manajemen Elnusa yang disampaikan Direktur Utama Elnusa  Suharyanto, di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Minggu (24/4/2011) :

Perseroan, sebagai mana lazimnya perusahaan lain menempatkan dana cadangan mereka dalam berbagai bentuk, salah satunya deposito berjangka di Bank Mega. Elnusa menaruh dana Rp 161 miliar di bank milik Chairul Tanjung itu mulai 7 September 2009, di kantor cabang Jababeka-Cikarang. Total deposito terbagi menjadi lima bilyet, dengan jangka waktu beragam satu hingga tiga bulan.

"Seluruh dana telah ditransfer Elnusa dan diterima baik oleh Bank Mega," jelas Manajemen ELSA dalam keterangan tertulisnya.

Dokumen penempatan deposito telah ditandatangani oleh pejabat Elnusa yang berwenang, serta Kepala Cabang Bank Mega Jababeka-Cikarang. Pada periode tersebut hingga saat ini perseroan melakukan perpanjangan penempatan, pada saat jauh tempo dari masing-masing bilyet. Bank Mega juga terus membayar bunga deposito setiap bulannya.

Terhitung sejak 5 Maret 2010, total deposito Elsa menjadi Rp 111 miliar karena ada pencairan Rp 50 miliar secara resmi atas perintah manajemen perseroan.

Masalah mulai muncul saat Selasa (19/4/2011), kepolisian bertandang ke kantor Elnusa dan menanyakan perihal penempatan dana deposito di Bank Mega. Manajemen Elsa mengakui ada penempatan dana perseroan di Bank Mega.Pada hari itu juga, secara bersama-sama, manajemen Elnusa dan polisi melakukan mengecekan ke kantor cabang Bank Mega Jababeka Cikarang. Namun hasilnya, dari keterangan lisan Kacab Bank Mega, deposito perseroan telah dicairkan.

Saat ditanyakan lebih lanjut, Kacab Bank Mega Jababeka menyampaikan dokumen pencairan  telah dibubuhi tanda tangan Direktur Utama dan Direktur Keuangan.

Menurut manajemen Elnusa tanda tangan direktur utama Elnusa telah dipalsukan. Hal itu menjadi semakin  aneh, karena faktanya yang menandatangani pencairan deposito adalah Dirut yang sudah tak lagi menjabat yaitu Eteng A. Salam.

"Empat bilyet pada saat penempatan masih memakai tandatangan Pak Eteng, tapi bilyet kelima Rp 10 miliar, sudah tandatangan saya. Dan itupun sudah dicairkan pakai tanda tangan Pak Eteng. Untuk itu kami minta pertanggungjawaban Bank Mega," jelasnya.

Saat ini, pihak kepolisian tengah mendalami kasus ini. Sehingga manajemen ELSA belum dapat memberi keterangan tambahan atas perkembangan pemeriksaan. Kronologis di atas juga dilakukan bersama-sama antara manajemen dan kepolisian.


Formulir Pencairan Dana Elnusa Dibuat di Luar

Pengisian formulir penarikan dana dilakukan bukan di Bank Mega.

VIVAnews - Proses pencairan deposito milik PT Elnusa di Bank Mega dianggap menyalahi prosedur. Dari hasil penyelidikan Satuan Fiskal Moneter dan Moneter (Fismondev) Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, pembuatan formulir penarikan dana dilakukan di kantor PT Discovery, bukan di kantor Bank Mega cabang Jababeka.

Kepala Satuan Fiskal Moneter dan Devisa Ajun Komisaris Besar Aris Munandar membantah pernyataan kuasa hukum Kepala Cabang Bank Mega, Partahi Sihombing, yang menyebutkan IHD tidak terlibat dengan penggelapan uang senilai Rp111 miliar karena dianggap telah sesuai prosedur.

Kelima tersangka, kata Aris, termasuk IHD merupakan aktor utama dalam kejahatan perbankan ini. Kejahatan dilakukan secara bersama-sama. Semula proses penggelapan diserahkan SN kepada lima tersangka lainnya.

"Penggelapan diserahkan kepada lima tersangka. SN hanya terima beres dan dapat bagian," ujar Aris di Jakarta, Selasa 26 April 2011.

Aris menjelaskan IH (Kepala Cabang Bank Mega Cabang Jababeka) yang menuliskan jumlah deposito yang akan dicairkan. Sedangkan tersangka TZS yang memalsukan tandatangan SN.

"Tersangka SN mengetahui dan menyetujui tanda tangannya dipalsukan," jelas dia.

Saat ini, polisi telah memblokir lima rekening milik PT Discovery dan PT Har di dua bank pemerintah dan swasta. Disinggung mengenai peran RL, yang juga masuk daftar pencarian orang (DPO) kasus korupsi terkait dana Pemkab Aceh di Bank Mandiri Cabang Jelambar, dianggap memiliki keahlian khusus sehingga mampu meyakinkan para tersangka lain untuk ikut berperan dalam kejahatan perbankan ini. 

"Dia mempunyai keahlian berkomunikasi. Dan pernah marketing swasta dan menjadi penyiar radio," paparnya. Saat ini, tersangka RL sudah diproses sebagai tersangka dari kasus di tahun 2009.

Seperti diberitakan sebelumnya, Polda Metro Jaya telah menetapkan enam tersangka terkait kasus ini, masing-masing berinisial SN (53) selaku Direktur Keuangan PT Elnusa Tbk, IHD  (41) yang menjabat sebagai kepala Cabang Bank Mega Jababeka, ICL (35) direksi PT Disco dan Komisaris PT Har, HG (29) Direksi PT Disco, RL (54) yang merupakan broker dan TZS (45) staf PT Har. Polisi juga masih memburu 90% dari nilai kerugian yang diperkirakan telah berupa aset.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Baharudin Djafar memaparkan sepanjang tahun 2011 Satuan Fismondev Dit Krimsus telah menangani 8 kasus kejahatan perbankan dengan jumlah tersangka diamankan sebanyak 30 orang. "Dari keseluruhan kasus, sebagian besar melibatkan orang dalam atau pihak Bank." (adi)


Kronologi Pembobolan Deposito Elnusa Rp 111 Miliar di Bank Mega

Whery Enggo Prayogi - detikFinance
Jakarta - Pencairan deposito berjangka milik PT Elnusa Tbk (ELSA) di Bank Mega tanpa sepengetahuan manajemen Elnusa. Dugaan sementara, ada oknum 'dalam' Elnusa, yakni Direktur Keuangan Santun Nainggolan yang mencairkan dana melalui bantuan orang dalam Bank Mega.

Dana yang dicairkan oleh direktur keuangan Elnusa mencapai Rp 111 miliar, bukan Rp 161 miliar seperti pada dikabarkan sebelumnya. Selisih dana Rp 50 miliar, sempat dicairkan ELSA secara resmi dan telah diterima dengan baik atas perintah manajemen.

Berikut keterangan kronologis versi manajemen Elnusa yang disampaikan Direktur Utama Elnusa  Suharyanto, di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Minggu (24/4/2011) :

Perseroan, sebagai mana lazimnya perusahaan lain menempatkan dana cadangan mereka dalam berbagai bentuk, salah satunya deposito berjangka di Bank Mega. Elnusa menaruh dana Rp 161 miliar di bank milik Chairul Tanjung itu mulai 7 September 2009, di kantor cabang Jababeka-Cikarang. Total deposito terbagi menjadi lima bilyet, dengan jangka waktu beragam satu hingga tiga bulan.

"Seluruh dana telah ditransfer Elnusa dan diterima baik oleh Bank Mega," jelas Manajemen ELSA dalam keterangan tertulisnya.

Dokumen penempatan deposito telah ditandatangani oleh pejabat Elnusa yang berwenang, serta Kepala Cabang Bank Mega Jababeka-Cikarang. Pada periode tersebut hingga saat ini perseroan melakukan perpanjangan penempatan, pada saat jauh tempo dari masing-masing bilyet. Bank Mega juga terus membayar bunga deposito setiap bulannya.

Terhitung sejak 5 Maret 2010, total deposito Elsa menjadi Rp 111 miliar karena ada pencairan Rp 50 miliar secara resmi atas perintah manajemen perseroan.

Masalah mulai muncul saat Selasa (19/4/2011), kepolisian bertandang ke kantor Elnusa dan menanyakan perihal penempatan dana deposito di Bank Mega. Manajemen Elsa mengakui ada penempatan dana perseroan di Bank Mega.

Pada hari itu juga, secara bersama-sama, manajemen Elnusa dan polisi melakukan mengecekan ke kantor cabang Bank Mega Jababeka Cikarang. Namun hasilnya, dari keterangan lisan Kacab Bank Mega, deposito perseroan telah dicairkan.

Saat ditanyakan lebih lanjut, Kacab Bank Mega Jababeka menyampaikan dokumen pencairan  telah dibubuhi tanda tangan Direktur Utama dan Direktur Keuangan.

Menurut manajemen Elnusa tanda tangan direktur utama Elnusa telah dipalsukan. Hal itu menjadi semakin  aneh, karena faktanya yang menandatangani pencairan deposito adalah Dirut yang sudah tak lagi menjabat yaitu Eteng A. Salam.

"Empat bilyet pada saat penempatan masih memakai tandatangan Pak Eteng, tapi bilyet kelima Rp 10 miliar, sudah tandatangan saya. Dan itupun sudah dicairkan pakai tanda tangan Pak Eteng. Untuk itu kami minta pertanggungjawaban Bank Mega," jelasnya.

Saat ini, pihak kepolisian tengah mendalami kasus ini. Sehingga manajemen ELSA belum dapat memberi keterangan tambahan atas perkembangan pemeriksaan. Kronologis di atas juga dilakukan bersama-sama antara manajemen dan kepolisian.

Berdasarkan keterangan staf internal audit Elnusa, selama ini penempatan deposito berjalan lancar. Bagian internal audit perseroan berpedoman pada surat penempatan dana dan bukti berupa bilyet deposito.

Hingga akhir 2010,  dari hasil audit eksternal  (Ernst & Young) dinyatakan seluruh penempatan dana berupa deposito di beberapa bank, termasuk Bank Mega, terbukti ada. Temuan raibnya deposito milik Elnusa di Bank Mega pun tidak atas sepengetahuan manajemen.

Kasus ini mulai muncul, lanjut Suharyanto, atas pengembangan penyidikan kepolisian. Dugaan pihak berwajib, kasus ini melibatkan jaringan atau sindikat pembobol bank.

Pendalaman kasus terus berjalan, pihaknya akan melakukan review atas perbankan yang mereka pilih dalam penempatan dana sementara ini. Meski tidak lugas menyatakan kapok dengan Bank Mega sebagai bank terpilih. Kedepannya, lanjut Suharyanto, seluruh penempatan dana di masa yang akan datang harus benar-benar aman dan mendapatkan jaminan.

"Sebagai nasabah kami menempatkan dana, namun saat mau dicairkan tidak ada. Gimana ya? Yang pasti kita akan lakukan review. Selama ini kami melakukan analisa kepada bank-bank besar. Bank Mega kan besar ya, punya kepercayaan juga, Tapi kami menempatkan dana tidak hanya di satu tempat, tapi di beberapa tempat," tegas Suharyanto.

Usai diamankan pihak kepolisian, Direktur Keuangan Elnusa Santun Nainggolan dinyatakan oleh Dewan Komisaris dinonaktifkan sementara hingga ada berkembangan lanjutan. Tugas Direktur Keuangan selanjutnya dirangkap oleh Lusi yang kini menjabat sebagai Direktur SDM & Umum Elnusa.

Komisaris Elnusa Erry Firmasyah yang juga mantan Dirut Bursa Efek Indonesia, mengakui akan segera melakukan penggantian jika terbukti Santun terlibat atas pencairan ilegal deposito perseroan.

"Kita akan kaji terlebih dahulu. Bisa saja diganti, karena kita perusahaan swasta. Selama pemegang saham berkehendak, dan disetujui dalam RUPS kita lakukan penggantian. Namun perlu waktu. Saya belum dapat sampaikan kapan itu," imbuh Erry.

Menkeu Desak Perbaiki Rekrutmen Pegawai Bank

JAKARTA—Pembobolan dana Rp111 miliar milik PT Elnusa Tbk di PT Bank Mega Tbk, membuat prihatin Menteri Keuangan Agus Martowardojo. Apalagi kasus pembobolan dengan nilai miliaran ini bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, dunia Perbankan Indonesia juga dikejutkan dengan kasus Malinda Dee yang berhasil membobol dana nasabah City Bank.

Pada wartawan di Jakarta, Senin (25/4), Agus mengatakan kasus pembobolan Bank ditengarai bisa mulus berlangsung, karena adanya permainan oknum di internal Bank tersebut. Karena itu kedepan, diperlukan pembenahan sistem rekrutmen manajemen Bank.

‘’Ke depan rekrutmennya harus dilakukan dengan baik, penegakan hukum harus tegas. Kalau saya melihat, Elnusa itu sampai kebobolan karena oknum. Apalagi sangat disayangkan dilakukan oleh Direkturnya,’’ kata Agus.

Evaluasi sistem rekruitmen dan penegakan hukum bagi oknum yang terlibat kata Agus, sudah menjadi keharusan. Termasuk mengenali track record seseorang sebelum diberikan jabatan pimpinan di sebuah Bank. ‘’Perlu regulator atau Bapepam harus menegakkan proses fit and proper test agar tak diisi oleh Direktur yang memiliki karakter buruk. Kalau hukum ya harus dipidana dengan keras,’’ tegas Agus.

Sebagaimana diketahui, saat ini pihak kepolisian telah mengamankan Direktur Keuangan Bank Mega berinisial SN, terkait kasus pembobolan Bank bernilai miliaran ini. Polisi juga mengamankan lima tersangka lainnya, termasuk Kepala Cabang Bank Mega Jababeka berinisial IHB.(afz/jpnn)

Polda Jaya Kejar Dana Kerugian PT Elnusa

"Kita masih mengejar 90 persen dana rekening yang menjadi kerugian PT Elnusa." 

Jakarta (ANTARA News) - Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) berupaya mengejar dana sisa kerugian milik PT Elnusa Tbk, yang diambil sindikat pembobolan rekening perbankan, kata Kepala Satuan Fiskal Moneter dan Devisa Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, AKBP Arismunandar.

"Kita masih mengejar 90 persen dana rekening yang menjadi kerugian PT Elnusa," ujarnya di Jakarta, Senin.

Aris mengatakan, penyidik baru menyita 10 persen dana rekening PT Elnusa dari total nilai kerugian Rp111 miliar dari para tersangka.

Penyidik akan menelusuri dana milik PT Elnusa yang mencapai ratusan miliar itu, melalui aset para tersangka.

Sebelumnya, anggota Polda Metro Jaya meringkus sindikat pembobol rekening PT Elnusa senilai Rp111 miliar dengan modus memalsukan memindahbukukan (transfer) ke rekening salah satu bank swasta nasional.

Penyidik menangkap Direktur Keuangan PT Elnusa berinisial SN, Kepala Cabang Bank Mega Jababeka IHB, Komisaris PT Har berinisial AJ, Dirut PT Discovery berinisial IL dan RL yang diduga otak pelaku, serta TZS (staf PT Har).

Pelaku melakukan modus memindahbukukan dana deposito milik PT Elnusa pada Bank Mandiri dengan memalsukan tanda tangan Direktur Utama PT Elnusa berinisial E ke Bank Mega Cabang Jababeka.

Selanjutnya, para tersangka mencairkan dana senilai Rp111 miliar dan membagikan sesuai kesepakatan dan bagiannya.

Selain menahan enam orang tersangka, polisi menyita tiga lembar legalisir lembaran cetak Bank Mega Cabang Pembantu Jababeka atasnama PT Elnusa, satu lembar fotocopy legalisir formulir.

Surat Perubahan instruksi dan pencairan deposito tertanggal 16 September 2009 dengan nominal Rp50 miliar milik PT Elnusa, satu lembar fotocopy legalisir aplikasi pengiriman uang dalam/luar negeri tertanggal 16 September 2009 senilai Rp50 miliar atasnama PT Elnusa ke PT Discovery dan satu lembar fotocopy bilyet Giro Nomor GF-676253 tertanggal 16 September 2009 senilai Rp50 miliar atasnama PT Elnusa.

Kemudian satu lembar fotocopy legalisir voucher Debet tertanggal 19 September 2009 dengan nominal Rp50 miliar atasnama PT Elnusa dan satu lembar foto copy legalisir formulir perubahan instruksi dan pencairan deposito tertanggal 6 Oktober 2009 nominal Rp50 miliar atasnama PT Elnusa.

Bukti lainnya, satu lembar fotocopy legalisir bilyet giro Nomor GF-676254 tertanggal 6 Oktober 2009 senilai Rp50 miliar atasnama PT Elnusa, satu lembar fotocopy legalisir pengiriman uang dalam/luar negeri tertanggal 6 Oktober 2009 sebesar Rp50 miliar atasnama PT Elnusa ke rekening PT Discovery, uang tunai Rp2 miliar, 34.400 dolar AS dan lima unit sepeda seharga Rp150 juta.

Sedangkan lima mobil mewah berjenis Hummer H3 bernomor polisi B-101-MLK, Honda CRV bernopol B-73-ANE, Toyota Fortuner bernopol B-1925-TJA, BMW X5 bernopol B-196-NI, Honda Jazz B-17-MAN dan Honda Oddysey B-1834.


Richard Latief, Broker Jago Lobi Bermodal Suara

E Mei Amelia R - detikNews

Jakarta - Richard Latief (54), broker yang terlibat pembobolan dana PT Elnusa Rp 111 miliar di Bank Mega memiliki jaringan luas ke sejumlah pejabat bank. Bakatnya dalam marketing yang hebat, membuatnya terkenal dan pandai melobi.

"Karena saya terdidik di marketing, saya mudah mencari simpati orang," kata Richard kepada sejumlah wartawan saat ditemui di ruang penyidik, Jakarta, Selasa (26/4/2011).

Richard mengungkapkan, saat dirinya duduk di bangku SMA, sempat menjadi penyiar di sebuah stasiun radio di Padang, Sumatera Barat pada tahun 1975 silam. Pria kelahiran Padang, Sumatera Barat ini membiayai biaya sekolahnya dari usahanya 'menjual' suara.

"Saya dulu penyiar radio dan pengisi iklan. Saya sekolah dengan biaya jual suara dan akhirnya bisa beli motor," kata Richard

Sehari-hari, suara Richard yang khas mengudara hingga didengar oleh pengusaha-pengusaha. Hingga suatu saat, sebuah tawaran menghampirinya untuk bekerja di sebuah perusahaan.

"Waktu saya isi iklan, ada satu perusahaan Marisol Nusantara, distributor susu, senang sama saya," katanya.

Ia mengatakan, perusahaan tersebut kemudian menariknya untuk diposisikan di divisi marketing. Padahal, saat itu Richard masih mengenyam pendidikan SMA.

"Belum ambil ijazah, ditarik ke Marisol sebagai promotional canvasser, promosi pakai mobil dan pengeras suara," ujarnya.

Tidak hampir satu tahun ia bekerja di situ, kesempatan lainnya datang. Kali ini, tawaran itu berasal dari PT Johnson and Johnson.

"Nggak sampai setahun di Johnson and Johnson," katanya.

Tawaran sebagai marketing kembali datang. Kali ini, dari PT Bayer Agrochemical. "Di Bayer saya dua tahun," katanya.

Setelah itu, dia kemudian ditarik oleh PT Dipa Maskito. Di perusahaan inilah, Richard mendapatkan pengetahuan lebih tentang marketing.

"Di situ saya disekolahkan, bukan cuma training perusahaan, tapi dikirim ke Singapore College. Di situ saya dididik bukan hanya sebagai marketing tapi diajari psikologi juga," jelasnya.

Ia melanjutkan, berawal dari pengalamannya sebagai marketing itulah, Richard akhirnya bisa mengenal pengusaha dan sejumlah pejabat bank. Berkat link-nya yang kuat ke sejumlah pengusaha dan pejabat bank inilah, Richard akhirnya menjadi seorang broker.

"Saya nggak ingat siapa orang bank yang pertama kali saya kenal. Nggak banyak kenalan orang bank, relatif. Ada yang di cabang, ada yang bukan di cabang," katanya.

Richar mengaku tertarik menjadi seorang broker aagar bisa mendapat sampingan yang lebih. Dari usahanya menjadi broker itu, Richard mendapat keuntungan.

"Namanya broker, cuma cari lebihan. Ada setengah persen, satu persen. Kalau kita minta gede-gede, namanya orang gila," katanya sambil tersenyum.

Ia sendiri membantah telah membobol dana PT Elnusa. Menurutnya, dirinya hanya penghubung antara para pemangku kepentingan.

"Itu bukan membobol, saya hanya kenalkan pengusaha dengan banker, mekanismenya ya mereka yang atur," katanya.

Ia mengaku, dirinya tidak memiliki keahlian dalam dunia perbankan. Richard bahkan hanya tamatan SMA.

"Nol (ilmu perbankan) jauhlah. Karena saya rasa, saya suara bagus, orang senang, terus senang dan ditarik. Saya bukan konsultan dan bukan ahli perbankan," katanya.

Selain terlibat pembobolan dana PT Elnusa, Richard juga pernah terlibat pembobolan dana Pemerintah Kabupaten Aceh senilai Rp 220 miliar di Bank Mandiri Cabang Jelambar, Jakarta Barat pada 2009 lalu.

Kasus Elnusa, Polda Sita Aset Rp1 Miliar

Dana-dana itu sudah dibelikan barang-barang atau aset dalam bentuk lain oleh tersangka.

VIVAnews - Polda Metro Jaya menyita barang bukti senilai lebih dari Rp1 miliar atas kasus dugaan pembobolan dana milik Elnusa di Bank Mega cabang Jababeka, Cikarang. Barang bukti itu berupa satu unit ruko senilai Rp1 miliar di Makassar, Sulawesi Selatan, dan satu unit motor Kawasaki Ninja 250 CC.

"Ruko itu milik salah satu tersangka yang dibeli dari dana Elnusa seharga lebih dari Rp1 miliar," kata Kepala Satuan Fiskal, Moneter, dan Devisa, Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Polisi Aris Munandar, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu 27 April 2011.

Menurut Aris, kepolisian terus menelusuri aliran dana yang dibobol oleh para tersangka. Polisi mensinyalir, dana-dana itu sudah dibelikan barang-barang atau aset dalam bentuk lain oleh para tersangka.

"Kami juga kemarin memblokir lima rekening di bank pemerintah dan swasta milik para tersangka," kata Aris. Berapa nilainya yang diblokir? "Masih kami telusuri."

Saat ini, polisi baru menyita sekitar 10 persen dari total Rp111 miliar dana yang dibobol enam tersangka. Salah satu tersangka kasus itu adalah Direktur Keuangan PT Elnusa berinisial SN. Tersangka dari Bank Mega adalah Kepala Cabang Bank Mega Jababeka.

Enam tersangka diduga sengaja merencanakan pembobolan, yang hasilnya akan dibagi rata. Modus kasus ini dengan cara mencairkan dana milik deposito di Bank Mega. Setelah itu, dana dipindahbukukan ke rekening lain di Bank Mega dengan alasan untuk investasi.
Salah satu tersangka lainnya yakni Richard Latief, penghubung dalam kasus ini. Richard juga pernah membobol uang milik Pemerintah Kabupaten Aceh Utara senilai Rp220 miliar di Bank Mandiri Cabang Jelambar, Jakarta Barat, pada 2009 lalu. Laporan: Sukirno (adi)

Penyidik Blokir 4 Rekening Milik Komisaris PT Discovery

E Mei Amelia R - detikNews

Jakarta - Penyidik mensinyalir dana PT Elnusa senilai Rp 111 miliar digunakan untuk kepentingan investasi saham di PT Discovery dan anak perusahannya, PT Harvestindo. Penyidik kini telah memblokir 4 rekening milik tersangka ICL, selaku Komisaris PT Discovery.

"Penyidik sudah meminta rekening tersebut diblokir. Setelah diblokir akan ditelusuri berapa dana di rekening PT Discovery dan berapa dana di PT Harvestindo," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Baharudin Djafar, Jumat (29/4/2011).

Baharudin mengatakan, penyidik menyita 3 rekening milik PT Discovery dan satu rekening milik PT Harvestindo. "Semuanya di bank pemerintah. Semuanya milik ICL," kata dia.

Dia katakan, penyidik tengah meminta print out keempat rekening tersebut kepada pihak bank. "Mudah-mudahan segera bisa diambil print outnya, untuk melihat berapa banyak aset yang ada di dalamnya," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Satuan Fiskal, Moneter dan Devisa (Fismondev) Polda Metro Jaya AKBP Arismunandar mengatakan, dana PT Elnusa dicairkan untuk kepentingan investasi saham. 80 Persen dari Rp 111 miliar digunakan untuk investasi di dua perusahaan tersebut.

"Sementara 20 persennya masuk ke kantong pribadi," kata Aris.

Polisi juga kini tengah menelusuri kemana rimbanya 80 persen dana PT Elnusa yang diinvestasikan itu. "80 persen ini siapa yang berhak, masih ditelusuri," kata dia.

Lebih jauh, Baharudin Djafar mengatakan pihaknya masih menyelidiki kasus tersebut. Penyidik juga terus memeriksa saksi-saksi terkait kasus tersebut. 3 Pejabat Bank Mega Cabang Jababeka telah dimintai keterangan penyidik.

"Pemeriksaan ketiganya untuk mengetahui mekanismenya seperti apa. Kan mekanisme tiap bank itu berbeda," kata Baharudin.
 

Malinda Dee & City Bank

Beberapa pemberitaannya;

Malinda Dee: Citibank Jadi Tempat Pencucian Uang Nasabah Selama 10 Tahun Republika

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Inong Malinda Dee, pelaku penggelapan dana nasabah sebesar Rp 16,063, mengatakan, Citibank telah menampung dana pencucian uang nasabah Malinda selama 10 tahun. Hal itu diakui Malinda kepada kuasa hukumnya. "Malinda mengaku itu (menampung pencucian uang nasabah). Citibank tahu karena untung," kata salah satu kuasa hukum Inong Malinda Dee, Indra Sahnun Lubis, di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (26/4).
Ia menambahkan, selama 10 tahun, para atasan Malinda di Citibank cabang Landmark sangat mengetahui apa yang dilakukan Malinda terhadap uang nasabahnya. Pasalnya Malinda menjadi perpanjangan tangan nasabah untuk mencuci uang tabungan tersebut.
Malinda akan menawarkan jasa lain dengan memindahkan rekening nasabah ke bisnis lain seperti asuransi dan produk Citibank lainnya. Dari pencucian uang nasabah ke bisnis lain, nasabah akan mendapatkan keuntungan. "Jika nasabah untung, Citibank juga pasti bakal untung. Tapi kenapa Malinda malah dikorbankan seperti ini?," tegasnya.
Sebelumnya Malinda ditangkap polisi karena dilaporkan pihak Citibank yang dirugikan Rp 16,063. Selain Malinda, Dwi, teller dan dua head teller, juga telah dijadikan tersangka meski tidak ditahan.


Andhika Gumilang, Suami Siri Malinda Dibekuk?

Pemeriksaan dilakukan sejak semalam dan masih berlangsung hingga pagi ini.

VIVAnews - Andhika Gumilang, artis yang juga suami siri tersangka kasus penilapan dana nasabah Citibank Malinda Dee alias Inong Malinda, masih menjalani pemeriksaan polisi. Pemeriksaan Andhika atas kasus raibnya duit nasabah sekitar Rp20 miliar itu dilakukan sejak kemarin dan masih berlangsung.
"Diperiksa penyidik Direktorat Ekonomi Khusus sejak kemarin. Dia masih menjalani pemeriksaan," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Komisaris Besar Polisi Boy Rafli Amar, dalam pesan singkat kepada VIVAnews.com, Rabu 27 April 2011.

Menurut Boy, pemeriksaan dilakukan sejak kemarin dan masih berlangsung. Meski demikian, status bintang iklan rokok yang terkenal dengan tag 'Mana ekspresinya?'

Apakah Andhika menikmati uang kejahatan dari Malinda? "Dugaannya seperti itu. Nanti siang diumumkan," ujar Boy.

Dalam kasus ini, polisi sudah menyita apartemen dan empat mobil mewah Malinda, yakni Ferrari merah seri F-430 Scuderia, Mercedez Benz putih seri E 350 dua pintu, Ferrari merah seri California, dan Hummer.

Andhika sudah beberapa kali terlihat datang ke Markas Besar Polri. Tapi baru kali ini pemeriksaan berlangsung sejak kemarin hingga hari ini. Apakah Andhika Gumilang ditangkap? "Dia diperiksa," kata Boy. (umi)

Saudara Malinda Dee Jadi Tersangka

"Saat ini statusnya sudah tersangka dan sudah ditahan," kata Ito Sumardi.

VIVAnews - Markas Besar Polri menangkap Fiska, saudara tersangka Malinda Dee alias Inong Malinda. Fiska diduga menerima aliran dana dari hasil kejahatan Malinda selama membobol dana milik nasabah Citibank.

"Sudah ditangkap kemarin (Kamis 28 April 2011) di suatu tempat," kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi dalam pesan singkat kepada VIVAnews.com, Jumat 29 April 2011.

Menurut Ito, saudara dari Malinda itu saat ini masih menjalani pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan sejak penangkapan kemarin belum juga selesai.

"Saat ini statusnya sudah tersangka dan sudah ditahan," kata mantan Kapolda Riau ini. Berapa dana yang dinikmati Fiska dari Malinda? "Tunggu penyidikan," kata Ito.

Kemarin polisi juga menyatakan telah menangkap suami siri Malinda, Andhika Gumilang, yang juga artis. Andhika dibekuk petugas karena menerima aliran dana dari Malinda sebesar Rp311 juta. Total dana yang digasak Malinda sendiri diduga Rp20 miliar.

Dana itu dibelikan mobil mewah Hummer berwarna putih. Mobil itu dibeli atas nama Andhika, artis yang terkenal sebagai bintang iklan rokok dengan tag "Mana Ekspresinya?" itu.

Kenapa Malinda Dee Palsukan KTP Suami Siri

Selain memakai nama asli, Andhika Gumilang, aktor muda itu juga pakai nama Juan Ferero.

VIVAnews - Pasangan Andhika Gumilang dan Inong Malinda Dee semakin terpuruk dalam kasus yang membelit keduanya. Selain dijerat pasal pencucian uang, sejoli ini juga dijerat pasal pemalsuan setelah ditemukannya sejumlah Kartu Tanda Penduduk palsu milik Andhika.

Dalam penggeledahan di sebuah apartemen di Pacific Place, penyidik Direktorat Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri menemukan tujuh KTP --sebelumnya disebutkan enam-- yang diakui milik Andhika Gumilang.

Dari tujuh KTP yang ditemukan, tiga KTP menggunakan nama Juan Ferero sedangkan empat lainnya menggunakan nama Andhika Gumilang. Foto masing-masing KTP sama-sama menggunakan wajah Andhika. Namun, alamat, tanggal lahir, nomor KTP, dan tanda tangan yang tertera di KTP itu berbeda-beda.

Polisi masih mendalami siapa yang membuat KTP-KTP Palsu tersebut. Namun, diduga, itu terkait Malinda. Lantas, apa motivasinya? Dari hasil penyidikan, polisi menemukan identitas palsu itu diduga digunakan untuk memperlancar aksi kejahatan mereka. "Dari hasil pemeriksaan dokumen, dimanfaatkan untuk membeli kendaraan atas nama AG. Yang kedua digunakan untuk membuka rekening di salah satu bank swasta atas nama Juan Ferero," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jakarta, Jumat 29 April 2011.

Sebelumnya, Polri telah menyita sebuah mobil Hummer warna putih bernomor polisi B 18 DIK atas nama Andhika Gumilang. Selain itu, Polri juga telah memblokir rekening atas nama Juan Ferero yang mendapat gelontoran dana sebesar Rp311 juta dari Malinda Dee. Uang itu berasal dari rekening nasabah Malinda di Citibank.

Polri, masih melakukan upaya klarifikasi kepada instansi yang mengeluarkan identitas tersebut. "Keabsahan dan bagaimana proses mendapat sedang dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Kalau nanti terbukti dikenakan Pasal 263 KUHP," kata Boy.

Berikut beberapa identitas yang dimiliki Andhika Gumilang:
1. Nama: Juan Ferero
Alamat: Apartement The Capital Residence Tower 3 Nomor 306, Kelurahan
Senayan, Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
Tanggal Lahir: Jakarta 18 November 1975.

2. Nama: Juan Ferero
Alamat: Jalan Dharmawangsa 10. Nomor 21 A Cipete Utara Kebayoran Baru.
Tanggal Lahir: Medan, 18 Juli 1976.

3. Nama: Andhika Gumilang
Alamat: Jalan Tebet Timur Dalam IIA Nomor 12, Tebet Timur, Tebet
Jakarta Selatan.
Tanggal Lahir: Medan 18 November 1988.

4. Nama: Andhika Gumilang
Alamat: Jalan Bangka Raya Nomor 27, Bangka, Mampang Prapatan.
Tanggal Lahir: Medan, 18 November 1971.

5. Nama: Juan Ferero
Alamat: Jalan Hang Lekir V Nomor 8. Kelurahan Gunung, Kebayoran Baru.
Alamat: Jakarta 18 November 1975.

Andhika Gumilang Diduga Ikut Menikmati Uang Tilepan Malinda Dee

Aprizal Rahmatullah - detikNews

Jakarta - Artis bintang iklan Andhika Gumilang diduga ikut menikmati dana nasabah Citibank yang dibobol oleh Malinda Dee. Status Andhika hingga kini masih sebatas saksi.

"Dugaannya seperti itu (ikut menerima dan menikmati)," kata Kabagpenum Polri Kombes Pol Boy Rafli Amar saat dihubungi detikcom, Rabu (27/4/2011).

Boy mengatakan, pemeriksaan Andhika dilakukan sejak Selasa 26 April 2011 malam dan hingga hari ini belum selesai. Namun, Boy enggan menjelaskan berapa nilai uang Malinda yang dinikmati Andhika.

"Statusnya masih saksi. Kita masih dalami keterlibatan dia, belum bisa disampaikan," ujarnya.

Menurut Boy, penyidik baru akan memutuskan sikap soal status Andhika pada siang nanti. Saat ini, kata dia, pihaknya masih melakukan rapat internal.

"Nanti siang, saya baru mendapat hasilnya. Apakah statusnya tetap saksi atau bagaimana," kata Boy.

Andhika Gumilang diperiksa intensif penyidik Bareskrim sebagai saksi kasus Malinda. Berdasarkan informasi dari kepolisian, Andhika berstatus sebagai suami siri Malinda. Namun belakangan pengacara Malinda membantahnya, Andhika hanya dianggap sebagai anak angkat. Muncul dugaan Andhika adalah simpanan Malinda, karena sampai saat ini dirinya belum bercerai dengan suami aslinya, seorang pengusaha showroom mobil.

Malinda Dee, tersangka kasus pembobolan dana nasabah Citibank miliaran rupiah. Polisi juga menetapkan 3 tersangka lainnya yakni D (teller Citibank), R dan B (head teller Citibank). Mereka diduga melakukan tindak pidana pencucian uang.

Diduga Terima Aliran Dana, Saudara Malinda Bernama Fiska Ditangkap

Aprizal Rahmatullah - detikNews


"Iya, namanya Fiska. Kemarin ditangkapnya," ujar Kabareskrim, Komjen Pol Ito Sumardi saat dihubungi detikcom, Jumat (29/4/2011).

Ito mengatakan, Fiska merupakan saudara kandung Malinda. Diduga ada aliran dana hingga milliaran rupiah masuk ke rekeningnya.

"Pokoknya dia menerima aliran Malinda, jumlahnya bisa puluhan juta sampai milliaran," jelasnya.

Menurut Ito, saat ini Fiska masih diperiksa penyidik untuk diketahui sejauh mana keterkaitannya. Jika dia mengetahui soal pencucian uang, maka Fiska bisa dijerat.

"Kita tunggu saja pemeriksaannya. Ada waktu 1 hari," tegasnya.

Selain Fiska, polisi juga menangkap Andhika Gumilang, Selasa (26/4) lalu. Polisi menemukan aliran dana transfer senila Rp 311 juta dari Malinda ke rekeningnya dan menyita 3 arloji mewah. Diduga rekening Andhika dijadikan tempat pencucian uang Malinda.









:

Telkom

Mengenai PT Telkom, ada juga berita dari media seperti berikut ini :

KPK Tangkap 2 Buronan Koruptor Telkom

VIVAnews - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap dua buronan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Kedua buron yang telah menjadi narapidana korupsi itu ditangkap di kawasan Jakarta.

"Kami diminta bantuan untuk menangkap mereka, inisialnya ES dan K," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi SP, saat dihubungi, Sabtu 26 Maret 2011.

Dua orang itu adalah Kepala Divisi Regional Telkom Sulawesi Selatan, Koesprawoto, dan Deputi Kepala Divisi Regional VII, Edi Sarwono. Koesprawoto ditangkap di sebuah rumah kos di kawasan Setiabudi Jakarta Selatan, dan Edi ditangkap di Gondangdia.

Menurut Johan, dua orang ini selanjutnya akan dijemput pihak kejaksaan. "Sore ini juga akan dibawa ke Sulawesi Selatan," jelasnya.

Koesprawoto dan Edi adalah terpidana enam tahun penjara. Mereka terbukti bersalah dalam kasus penyalahgunaan sistem percakapan suara dengan menggunakan teknologi Voice over Internet Protokol (VoIP) di Kantor Telkom Denpasar dan Makassar. Selain dua orang itu, kasus ini juga melibatkan Ketua Koperasi Karyawan Telkom, R Heru Suryanto. Mereka terbukti menggunakan fasilitas Telkom berupa E1 yang disambungkan ke sentral lokal milik PT Telkom di Kaliasem, Denpasar.

Penyaluran traffic voice ini masuk ke central trunk milik PT Telkom ke penerima telepon lokal dan sambungan jarak jauh di seluruh Indonesia. Akibat perbuatan mereka, negara dirugikan US$0,08 per menit per panggilan untuk seluruh wilayah Indonesia. Dan total kerugian negara mencapai Rp44,9 miliar.

Telkom Diterpa Kabar Tak Sedap

Achmad Rouzni Noor II - detikinet

Jakarta - Kabar kurang sedap menerpa Telkom dan Telkomsel. Jajaran direksi kedua perusahaan telekomunikasi terbesar di negeri ini dituding telah melakukan sejumlah aksi korporasi yang merugikan negara.

Tudingan keras itu tersiar di salah satu forum komunitas ternama yang diposting oleh sang whistle blower yang mengaku bernama HM Sukarni, GM Special Audit PT Telkomsel. Surat terbuka ini ditujukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Dalam postingan-nya, sang whistle blower meminta presiden untuk mengevaluasi dan menginvestigasi sejumlah kasus yang diklaim terjadi di lingkup internal induk dan anak perusahaan tersebut, semisal proyek renovasi gedung senilai Rp 35 miliar, proyek swap BTS Telkomsel, serta pengadaan SIM Card RF untuk Telkomsel Cash (T-Cash).

Renovasi Gedung

Disebutkan, dalam proyek renovasi gedung senilai Rp 35 miliar tersebut, tender akhirnya dimenangkan oleh salah satu perusahaan dimiliki oleh "Mr R". "Mr R" ini katanya merupakan penyokong dana agar direksi Telkom dan Telkomsel tetap bisa mempertahankan jabatannya.

Di dalam proyek itu diduga ada penyelewengan sebesar Rp 10 miliar. Sebab, nilai proyek ini katanya bisa diubah (change request) secara keseluruhan, sehingga yang nilainya semula Rp 35 miliar menjadi Rp 45 miliar.

"Terjadi penggelembungan budget yang besar melalui change request. Memang PT yang dimiliki oleh 'Mr R' ini memenangi tender dengan nilai harga yang paling murah, tapi ini cuma trik saja. Karena dengan harga paling murah maka bisa menang dan jika menang tentu saja dibuatlah change request," tulis pihak yang mengaku sebagai whistle blower itu.

Swap BTS

Kemudian, tudingan berlanjut ke soal proyek swap BTS di Telkomsel. Proyek ini disebutnya "downgrade" namun tetap bisa lolos karena ada "permainan" yang diotaki oleh dua direksi Telkomsel.

Hasil dari "permainan" itu yang konon mencapai Rp 50 miliar, katanya disiapkan untuk upeti kepada pejabat di Kementerian Negara BUMN dan Direksi Telkom, sehingga posisi direksi Telkomsel tidak diganggu-gugat sampai masa akhir jabatannya.

Terakhir, sang whistle blower menuding soal adanya konspirasi dalam pengadaan SIM Card RF untuk layanan mobile wallet Telkomsel Cash (T-Cash). Konon dalam pengadaan ini, disiapkan dana Rp 25 miliar untuk mempertahankan posisi Dirut Telkom dan Dirut Telkomsel.

"Seharusnya harga 1 SIM card itu di bawah 1 dolar, ternyata harganya sampai 12 dolar per buahnya."

Kasus ini, kata sang whistle blower, melibatkan mantan pejabat tinggi yang ditugaskan di PT Telkom sebagai Komisaris Utama, dan mantan Menteri Negara BUMN kabinet sebelumnya.

Konfirmasi Telkom

Saat dikonfirmasi ke Telkomsel, sosok bernama HM Sukarni dengan jabatan GM Audit memang benar ada. Dan Sukarni sendiri menyanggah telah menuliskan postingan tersebut.

"Demi Allah, saya tidak pernah menulis itu. Itu bukan saya," tegasnya saat dihubungi detikINET, Senin (2/5/2011).

Sementara Direktur Utama Telkom, Rinaldi Firmansyah, tak mau ambil pusing menanggapi kabar miring yang tak jelas siapa sumbernya. Meski demikian, pihaknya tetap akan melakukan verifikasi.

"Kami akan cross check. Tapi selama ini BUMN yang paling transparan itu adalah Telkom Group," ucap Rinaldi saat ditemui usai meluncurkan layanan musik digital melon.co.id di Grha Citra Caraka, Jakarta, Senin (2/5/2011).

Ada Korupsi di Telkom dan Telkomsel ?

Jakarta (ANTARA News) - Komite Audit PT Telkom Tbk akan mendalami dan menindaklanjuti informasi seputar adanya pejabat Telkom dan PT Telkomsel yang dalam aksi korporasinya telah merugikan negara.

"Komite Audit akan melakukan check and re-check untuk memastikan benar tidaknya informasi yang beredar terjadi pengambilan keputusan di Telkom dan Telkomsel merugikan negara," kata Ketua Tim Audit Telkom, Rudiantara di Jakarta, Selasa.

Sebelumnya informasi negatif menerpa perusahaan telekomunikasi terbesar di tanah air Telkom dan anak perusahaannya yang bergerak pada layanan seluler Telkomsel.

Kasus ini berawal dari surat terbuka atas nama HM Sukarni, GM Special Audit PT Telkomsel yang ditujukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Dalam surat itu, Sukarni menuturkan alasannya menyurati Presiden karena Tim Audit tidak menindaklanjuti permintaan dari whistle blower agar dilakukan evaluasi sejumlah kasus yang terjadi di dua perusahaan itu.

Ia membeberkan terjadi indikasi korupsi terjadi pada proyek renovasi gedung senilai Rp35 miliar, proyek swap BTS Telkomsel, serta pengadaan SIM Card RF untuk Telkomsel Cash (T-Cash).

Pada proyek renovasi gedung tersebut dimenangkan oleh salah satu perusahaan dimiliki oleh "Mr R" yang disebut-sebut merupakan penyokong dana agar direksi Telkom dan Telkomsel tetap bisa mempertahankan jabatannya.

Pada proyek itu diduga ada penyelewengan uang negara hingga sebesar Rp10 miliar.

Sementara pada proyek BTS perangkat BTS Telkomsel berkualitas tinggi diganti menjadi produk berkualitas rendah yang diotaki oleh dua direksi di perusahaan itu dan hasilnya digunakan untuk upeti kepada pejabat di Kementerian Negara BUMN dan Direksi Telkom.

Downgrade perangkat BTS ini mengakibatkan performa layanan seluler Telkomsel menurun.

Adapun kecurangan lain yang dilakukan direksi adalah pengadaan SIM Card RF untuk layanan mobile wallet Telkomsel Cash (T-Cash).

Biaya produksi 1 unit SIM card seharusnya kurang dari 1 dolar AS, namun harganya ditetapkan sampai 12 dolar AS per unit.

Seluruh kasus ini disebut-sebut melibatkan direksi Telkom-Telkomsel dan mantan Komisaris Utama Telkom yang juga mantan Menteri BUMN.

Audit forensik
Rudiantara menuturkan, informasi yang disebut-sebut disampaikan oleh whistle blower tersebut, sama sekali belum masuk ke Komite Audit Telkom.

"Namun, kita akan melakukan audit investigasi dan audit forensik atas setiap laporan dari whistle blower," ujarnya.

Ia menjelaskan, Komite Audit sudah memanggil langsung HM Sukarni, untuk meminta klarifikasi.

"Surkarni dimintai keterangan, dan mengatakan bahwa dirinya bukan orang yang membuat surat tersebut," ujarnya.

Ia menjelaskan, Komite Audit beranggotakan yaitu Johnny Swandi Sjam, Bobby Nazif, Sahat Pardede, Salam, dan
Agus Yulianto.

Rudiantara mengatakan, sesuai tugasnya, Komite Audit sangat terbuka menerima setiap laporan yang disampaikan langsung oleh siapapun dalam perusahaan.

"Setiap ada laporan akan kita masukkan ke sistem audit. Seorang Karni sekalipun, sesuai dengan jabatannya memiliki hubungan organisasi dengan Komite Audit, artinya bisa langsung menyampaikan informasi kepada kami," ujar Rudiantara.

Kasus Rosa dan Lainnya

Kasus Rosa juga menarik perhatian publik, rangkuman beritanya ada disini :

Calon Rekanan Menyuap, DPR Akan Rapat

"Kalau BURT bilang dikeluarkan ya kami keluarkan," kata Ketua DPR Marzuki Alie 

VIVAnews - Satu dari lima calon rekanan pembangunan gedung baru Dewan Perwakilan Rakyat, PT Duta Graha Indah, kini bermasalah di Komisi Pemberantasan Korupsi. Seorang bos perusahaan konstruksi itu kini ditahan KPK karena tertangkap basah menyuap Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga terkait proyek pembangunan wisma atlit SEA Games di Sumatera Selatan.

Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan, persoalan itu akan di bawa dalam rapat Badan Urusan Rumah Tangga. "Kalau BURT bilang dikeluarkan ya kami keluarkan. Itu persoalannya suap menyuap sudah jelas atau belum kita tunggu kepastiannya," kata Marzuki di DPR, Senin 25 April 2011.

Marzuki mengungkapkan, proses tender ditangani oleh Sekretariat Jenderal DPR. "Intinya masalah tender urusan Setjen, bukan urusan DPR, bukan urusan Ketua DPR," katanya.

Menurut Marzuki, gedung DPR merupakan proyek negara, pelaksananya Setjen DPR merupakan pegawai negeri sipil. Sementara, apakah setelah terungkapnya kasus suap PT DGI pada pejabat Menpora menjadikan perusahaan itu dimasukkan daftar hitam, Marzuki meminta dikembalikan ke aturan saja.

"Saya kira kembalikan aturan saja. Kalau di-blacklist, yang laksanakan Sekjen. Kalau yang di mMenpora itu di-black list, tentu akan di ikuti lembaga negara yang lain," katanya. "Tanya Bu Sekjen sajalah," kata Marzuki merujuk ke Sekjen DPR Nining Indra Saleh.

KPK Masih Periksa Sekretaris Menpora

Ketiganya masih berstatus terperiksa.

 VIVAnews- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih memeriksa Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wahid Muharram, dan dua orang yang diduga melakukan penyuapan. Ketiganya masih berstatus terperiksa. "KPK memiliki waktu 1 x 24 jam untuk menentukan status ketiganya, belum tahu kapan ditahan" ujar Pelaksana tugas juru bicara KPK, Priharsa Nugraha, Jumat, 22 April 2011.

Seperti diketahui KPK menangkap Sekretaris Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng, Wafid Muharram semalam, Kamis, 21 April 2011. Selain Wafid, KPK juga menangkap seorang pengusaha berinisial MIU dan seorang perempuan berinisial R yang diduga sebagai broker.

Dalam penangkapan itu, KPK mengamankan sejumlah dokumen, dan dua unit mobil, yaitu satu unit mobil Honda CRV bernomor B 2717 NT milik MIU dan Toyota Vellfire putih bernomor B 8173 GD milik R. Wahid diduga menerima suap lebih dari Rp2 miliar. "Diduga itu terkait proyek wisma atlet untuk SEA Games Palembang," kata Priharsa.

Wafid yang ditangkap sekitar pukul 19.00, dibawa ke KPK sekitar pukul 23.05 dengan menumpang mobil Toyota Avanza milik KPK. Penyidik KPK juga membawa MIU dalam mobil terpisah. Sedangkan Rosa baru tiba sekitar pukul 23.40. KPK juga menggeledah kantor milik R di daerah Buncit.

Lobi Rosa Ternyata untuk Memuluskan Tender PT DGI

RMOL. Hubungan Broker suap Sesmenpora, Mindo Rosa Manullang dengan PT Duta Graha Indah Tbk (DGI), pemilik tiga lembar cek senilai Rp3,2 miliar mulai terkuak. Rosa memang tidak bekerja di DGI, tetapi ternyata dia memiliki hubungan istimewa dengan DGI dalam urusan pembangunan gedung wisma atlit di Palembang.

"Kan PT DGI dapet (tender) karena dimenangin Rosa," ujar pengacara Wafid, Erman Umar saat jumpa pers di Setia Budi Building, Jakarta, Selasa (3/5).

Karena lobi Rosa yang sukses memuluskan tender bagi PT DGI itulah yang membuat Wafid, aku Erman, tak malu meminta tolong untuk dicarikan dana talangan kepada Rosa, dan memintanya secara tidak langsung kepada PT DGI.

Penjelasan Erman yang setengah keceplosan ini menjadi fakta baru dan menjawab teka-teki selama ini mengenai apa posisi Rosa sampai terbawa dalam suap yang diberikan PT DGI. Seperti kita tahu, Rosa adalah Direktur Marketing diperusahaan PT Anak Nusantara yang sampai saat ini belum diduga ikut terlibat dalam pembangunan dengan proyek senilai Rp199 miliar itu. [arp]

Surat Rosa Akui Bendahara Demokrat Atasannya

Dalam pernyataan yang ditulis tangan oleh Rosa, Nazaruddin disebut sebagai atasannya.

VIVAnews - Tersangka perantara suap pembangunan wisma atlet SEA Games, Mirdo Rosalina Manulang, secara tertulis mengakui bahwa Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin adalah atasannya. Hal itu tercantum dalam pencabutan surat kuasa terhadap pengacara Rosa, Kamaruddin Simanjuntak.
Dalam kasus ini, KPK telah menangkap Sekretaris Kementerian Negara Pemuda dan Olah Raga, Wafid Muharram.

Dalam surat pernyataan yang ditulis tangan oleh Rosa sendiri itu, tertera bahwa Rosa bekerja pada PT Anak Negeri sebagai Direktur Marketing. Berikut kutipan surat pernyataan itu:

"Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama: Mindo Rosalina Manulang
Alamat: Jl. Puyuh Blok V No. 1 Cipinang Indah 2, Jakarta Timur
Pekerjaan: Direktur Marketing PT Anak Negeri

Dengan ini menyatakan, karena sesuatu dan lain hal dalam keadaan sadar dan tanpa tekanan dari pihak manapun mencabut surat kuasa yang pernah saya tanda tangani di hadapan penyidik KPK pada tanggal 22 April 2011, kuasa mana saya berikan kepada orang yang tidak saya kenal dan mengaku sebagai utusan M. Nazaruddin selaku pimpinan saya.

Maka terhitung sejak surat pencabutan ini saya tidak mempunyai hubungan hukum apapun terhadap orang tersebut (penerima kuasa, red), dan segala tindakannya di luar tanggung jawab saya.

Demikian surat kuasa ini agar diketahui terjadinya pencabutan dan atau perubahan kuasa ini atas kesepakatan keluarga.

Demikan surat pencabutan kuasa ini saya nyatakan untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Hormat saya,                                                            

Mirdo Rosalina Manulang
Tembusan:
- KPK RI
- M. Nazaruddin
Telah diterima penyidik KPK yang asli tanggal 27 April 2011."

Rosa Mengaku Bukan Staf Nazaruddin

INILAH.COM, Jakarta - Mirdo Rosalinda Manulang, tersangka kasus suap Seskemenpora, membantah kabar yang menyebutkan bahwa dia adalah staf Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin.

"Tidak benar, atasan saya bukan pak Nazaruddin," ujarnya usai diperiksa di KPK, Jumat (29/4/2011).

Menurut Rosa, atasan bernama Franky, direktur di perusahaannya. Rosa pun menegaskan dirinya tak memiliki kenalan politisi."Atasan saya kalau secara struktural ya saya direkturnya. Atasan saya ada namanya Franky. Tidak benar, saya tidak tahu menahu masalah politisi." [m

Broker dan Makelar Seperti Rosa Banyak Berkeliaran di DPR

Ramadhian Fadillah - detikNews

Jakarta - Dari investigasi Partai Demokrat, Mindo Rosalina Manulang sering berkunjung ke DPR. Rosa pun banyak mengenal orang-orang DPR. Broker dan makelar seperti Rosa rupanya banyak berkeliaran di DPR.

"Itu seringkali ditemui, bahkan proyek ini diinisiasi bersama oleh makelar, kontraktor, dan DPR sendiri. Dalam kasus Abdul Hadi Djamal (pembangunan bandara Indonesia Timur), misalnya kan belum ada pemikiran di pemerintah penting akan dibangun tapi tiba-tiba dibentuk sedemikian rupa bahwa itu penting," ujar Wakil Ketua Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Junto.

Esson, panggilan akrabnya menjelaskan hal ini usai diskusi Polemik radio Trijaya bertajuk 'Ketika Proyek SEA Games Diproyekkan' di Warung Daun, Jl Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (14/5/2011).

Esson menyayangkan fungsi Badan Kehormatan (BK) DPR yang belum maksimal. Menurutnya, BK seharusnya tidak membiarkan anggota DPR bergaul dengan broker atau makelar proyek.

"Bukan pilih-pilih pergaulan. Tapi buat apa berteman dengan orang-orang yang memiliki konflik kepentingan dan hanya berpotensi menimbulkan masalah," cetus dia.

Menurut Esson, Tim investigasi Partai Demokrat harus menelusuri siapa saja orang-orang yang ditemui Rossa di Panitia Anggaran dan Komisi X DPR. "Siapa siapa saja sih yang ditemui Rosa dan membawa kepentingan siapa, karena Rosa sendiri membawa-bawa nama PT Anak Negeri dan kita tahu siapa orang-orang di situ," ucapnya.

Seperti diketahui, KPK menangkap tangan Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam, Manajer Marketing PT Duta Graha Indah M El Idris, dan Mindo Rosalina Manulang yang berperan sebagai broker.

KPK menyita cek Rp 3,2 miliar. Suap diduga terkait proyek pembangunan wisma atlet di Palembang. Kasus ini merembet ke DPR karena Rosa ditengarai kerap main ke DPR dan banyak kenal anggota DPR di panitia anggaran. Nama 2 politisi Demokrat di Komisi X, Nazaruddin dan Angelina Sondakh disebut-sebut tersangkut kasus tersebut. Keduanya sudah membantah tudingan tersebut

ICW Benarkan Banyak "Rosa" Lainnya di DP

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, membenarkan pernyataan anggota Tim Verifikasi Fraksi Partai Demokrat, cukup banyak orang berperilaku seperti Mindo Rosalina Manulang atau "Rosa-Rosa" lainnya di Gedung DPR RI.

"Benar, memang banyak praktik serupa seperti dilakukan Rosa Manullang di Gedung DPR RI," kata Emerson Yuntho usai diskusi "Polemik: Ketika Proyek Sea Games diproyekkan", di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, praktik broker layaknya dilakukan Rosa Manullang sering ditemui di Gedung DPR RI.

Tidak terlalu sulit, kata dia, menemukan orang-orang berperilaku seperti itu di Gedung DPR RI.

"Para broker bekerja, biasanya berkoalisi dengan makelar, kontraktor, birokrat, dan anggota DPR RI," katanya.

Menurut dia, kasus suap terhadap Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga merupakan permainan dari broker dan makelar untuk mendorong suatu proyek agar bisa segera terealisasi.

Pada kesempatan tersebut, Emerson juga menganalogkan dengan kasus kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR RI, Abdul Hadi Djamal, dimana ada sebuah proyek yang tiba-tiba disetujui dibangun, namun sebelumnya tidak ada pembicaraan maupun sosialisasi.

"Hal serupa terjadi pula di kasus suap Sesmenpora dan kasus lainnya," kata dia.

Sebelumnya, anggota Tim Verifikasi Fraksi Partai Demokrat, Ruhut Sitompul mengatakan, Mindo Rosalina Manulang banyak mengenal anggota DPR RI, khususnya anggota Panitia Anggaran DPR RI.

Menurut dia, fakta tersebut diperoleh setelah Tim Verifikasi Fraksi Partai Demokrat melakukan klarifikasi terhadap beberapa kader Partai Demokrat.

"Rosa sering ke DPR RI dan banyak kenal dengan anggota Panitia Anggaran," kata Ruhut Sitompul, di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Jumat (13/5).

Menurut Ruhut, dirinya tidak mengetahui persis mengapa Rosa sering bertemu Panitia Anggaran, dengan alasan dirinya bukan anggota Panitia Anggaran.


Percaloan DPR, Ekses Negatif Demokrasi

"Bayangkan, sekarang orang bisa mendesak seorang legislator mundur dari jabatannya."

VIVAnews - Tidak bisa dipungkiri, perjalanan reformasi selama 13 tahun memberi dampak positif bagi bangsa Indonesia, khususnya di bidang kemerdekaan berekspresi, berpendapat atau pun berorganisasi. Hal ini melahirkan era keterbukaan pers dan tumbuhnya berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Menurut Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD keadaan itu kemudian memberi pengaruh riil dalam sistem pemerintahan dan ketatanegaraan negara, salah satunya adalah dalam hal kebijakan publik. Kebebasan pers dan LSM sering kali mengubah kebijakan-kebijakan pengelola negara, baik pemerintah maupun DPR.

"Demokrasi kita lebih maju, tahun 1998 dan sebelumnya, pers, LSM tidak bisa beropini seperti sekarang. Bayangkan, sekarang orang bisa mendesak seorang legislator mundur dari jabatannya karena tertangkap nonton video porno," kata Mahfud dalam sambutannya di seminar 'Mungkinkah Calon Perseorangan dalam Pemilu Presiden?' di Hotel Nikko, Jl MH. Thamrin 59, Jakarta, Rabu 18 Mei 2011.

Selain itu, lanjut Mahfud, persoalan gedung baru DPR yang sampai sekarang masih alot, itu menunjukkan buah positif demokrasi era reformasi ini. Namun demikian, tokoh kelahiran Madura, 13 Mei 1957 tersebut tidak bisa menyembunyikan keprihatinannya dengan ekses negatif kehidupan demokrasi sekarang. Salah satunya adalah mulai terungkapnya praktek-praktek percaloan di DPR.

"Jelas sangat prihatin. Itu ekses dari kemajuan demokrasi. Sudah banyak kemajuan tetapi di bagian-bagian tertentu mundur. Karena kemudian banyak anggota DPR, meski tidak semuanya, yang tidak menyalurkan aspirasi rakyat tetapi menyalurkan kepentingannya sendiri," jelasnya.

Menurut Mahfud, meski mengakui sulit diberantas --karena melibatkan budaya, mental dan moral para anggota DPR-- persoalan tersebut lebih baik diselesaikan dengan cara penegakan hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu.

"Bukan hanya DPR (yang ditindak), karena yang punya kepentingan juga maunya menyuap. DPR juga ada yang mau disuap. Sama saja," katanya.

"Itu salah satu nilai minus dalam perkembangan demokrasi. Tetapi nilai positifnya jauh lebih banyak." (eh)

Rosa Bekerja untuk Politisi di Perusahaan Perantara Proyek

Fajar Pratama - detikNews

Jakarta - Mirdo Rosa Manulang tertangkap tangan oleh penyidik KPK tengah menjadi perantara kasus penerimaan suap di Kemenpora. Ternyata perusahaan tempat Rosa bekerja memang bergerak di bidang perantara suatu proyek dan atasan dia merupakan politisi.

"Perusahaannya apa masih ditelusuri KPK, silakan tanya saja. Tapi perusahaan itu ya bergerak di bidang perantara," tutur kuasa hukum Rosalina, Kamarudin Simanjuntak, saat dihubungi, Rabu (27/4/2011) malam.

Kamarudin mengatakan, Rosa hanya disuruh oleh atasannya untuk menjadi perantara pertemuan antara Sesmenpora Wafid Muharam dan Manajer Marketing PT Duta Graha Indah Mohamad El Idris. Atasan Rosa sendiri, lanjutnya, merupakan seorang politisi.

"Atasannya politisi. Dia hanya disuruh," ujar Kamarudin yang enggan menyebut dari partai mana atasan kliennya tersebut.

Sebelumnya sempat beredar rumor bahwa atasan Rosa adalah Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Namun Nazaruddin membantah keras rumor tersebut.

Saat dikonfirmasi detikcom, Nazaruddin menjelaskan, dia sama sekali tidak pernah tersangkut dengan kasus dugaan korupsi tersebut. Dia pun mengaku tidak kenal Rosa.

"Saya tidak punya staf namanya itu, staf saya namanya Nuril dan Eva," kata Nazaruddin.

KPK menangkap tangan Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam yang sedang menerima suap terkait pembangunan sarana SEA Games Palembang. KPK juga menangkap Mohamad El Idris seorang pengusaha dan Mirdo Rosa Manulang yang juga broker dalam dugaan suap menyuap ini. Saat ditangkap, cek tunai Rp 3,2 miliar turut disita. Ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka.

Untuk diketahui, Wisma Atlet di Palembang berada di kawasan Jakabaring Sport City. Pemerintah Daerah Palembang menargetkan Juli 2011, pembangunan gedung yang akan menampung sekitar 4.000 atlet ini dapat selesai. Pembangunan Proyek wisma diketahui selama ini dijalankan oleh oleh PT Duta Graha Indah.

Kamaruddin: Rosa Jatuh ke Tempat yang Salah

"Ini adalah keterlambatan KPK, seharusnya dia segera diamankan ke LPSK."

VIVAnews - Kamaruddin Simanjuntak angkat bicara menanggapi 'serangan' mantan kliennya, Mindo Rosalina Manulang. Kamaruddin tetap yakin mantan kliennya itu memiliki hubungan dengan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazarudin.

"Mindo itu jatuh di tempat yang salah. Dia sudah berada di tempat orang yang salah untuk dia dibungkamkan," kata Kamaruddin di Jakarta, Rabu 11 Mei 2011.

Dia tetap meyakini, apa yang dilontarkannya selama ini terkait hubungan bekas kliennya dengan kasus yang menyeret dua politisi Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin dan Angelina Sondakh. "Kalau saya pengacaranya banyak orang yang kepanasan. Ini adalah keterlambatan KPK, seharusnya dia segera diamankan ke LPSK," ucapnya.
Nazarudin dan Angelina sudah membantah terlibat dalam kasus ini. Angelina bahkan menegaskan tidak pernah menerima jatah dalam proyek wisma atlet.

Usai pemeriksaan hari ini, tersangka Mindo Rosalina Manullang mengatakan, berita acara pemeriksaan yang selama ini dibuat merupakan perintah Kamaruddin Simanjuntak. Rosa menyatakan, misi Kamaruddin adalah menghancurkan partai Demokrat. "Yang penting kita hancurkan Partai Demokrat. Itu statement dia (Kamarudin)," kata Rosa dengan nada teriak.

Rosa menuturkan, dia tidak tahu alasan Kamaruddin menyatakan hal tersebut. Namun, untuk bebas dari jeratan hukum, akhirnya Rosa membuat seluruh BAP dengan arahan Kamaruddin. "Saya tertekan, dan saya tidak tahu akan ditangkap. Dan saya dalam kondisi sangat lemah," ucapnya.

Dalam kasus ini, Rosa menegaskan, tidak ada kaitannya dengan PT Anak Negeri. Namun, saat hal itu dikatakan ke Kamaruddin, mantan kuasa hukumnya itu kembali menekannya. "Kamu jangan bilang pribadi, nanti kamu tidak bisa bebas. Kamu seret partai Demokrat, biar kita hancurkan partai Demokrat," ucap Rosa dengan nada tinggi menirukan Kamaruddin.

Terkait kasus ini KPK sudah menetapkan tiga tersangka, yakni Rosa, Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharram, dan Manajer Marketing PT Duta Graha Indah Muhammad El Idris. Mereka diduga melakukan tindak pidana suap terkait proyek wisma atlet SEA Games. (umi)


KPK Tak Gentar Seandainya Atasan Rosa Adalah Politisi Kuat

Fajar Pratama - detikNews

Jakarta - KPK tidak mau berpolemik siapa di balik kasus suap Kemenpora. KPK hanya menyidik sesuai fakta dan bukti hukum. Termasuk seandainya ada orang kuat di balik dugaan suap ini KPK tidak akan mundur. Siapa saja yang terlibat akan diseret ke meja hijau.

"Tidaklah (gentar). Selama ada alat bukti kita proses siapapun. Nyatanya kita sebelumnya juga seret para politisi," tutur Pimpinan KPK M Jasin, kepada wartawan di Hotel Grand Sahid, Sabtu (30/4/2011).

KPK pun siap memanggil pihak-pihak yang terlibat. Namun tentunya pemanggilan dilakukan bergantung pada hasil penyidikan. Seandainya dalam perkembangan penyidikan ditemukan keterkaitan pihak tertentu dengan kasus ini, KPK akan bergerak.

"Tergantung perkembangan penyidikan. Kalau diperlukan ya akan kita panggil," ujar Jasin yang masih enggan menyebutkan siapa atasan Rosa tersebut.

KPK memang telah mulai memanggil pihak-pihak lain terkait kasus suap di Kemenpora ini. Pada Kamis (28/4) lalu, KPK menjadwalkan pemanggilan kepada Laurensius Tegus Khasanto yang menjabat sebagai Direktur PT DGI. Di samping itu, pemanggilan untuk menjadi saksi juga ditujukan kepada Claudia, pegawai di perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi tersebut.

Kasus dugaan suap di Kemenpora ini bertambah heboh setelah salah satu tersangka Mirdo Rosa mengganti pengacaranya Kamarudin Simanjuntak. Dikabarkan Rosa mengganti Kamarudin terkait ucapan mantan pengacaranya itu yang menyebut nama atasan Rosa seorang politisi partai berkuasa dan anggota DPR. Rosa sudah membantah

.

Rosalina Dicecar 28 Pertanyaan oleh KPK

Jakarta (ANTARA News) - Tersangka Mindo Rosalina Manulang alias Rosa yang kembali menjalani pemeriksaan terkait dugaan suap di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) sudah dicecar 28 pertanyaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Sampai hari ini 28 pertanyaan, tapi isinya apa yang di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tidak etis saya sampaikan, itu bisa ditanyakan sendiri ke penyidik," kata kuasa hukum baru Rosa, Djufri Taufik, di KPK, Jakarta, Jumat.

Ia menjelaskan, materi pertanyaan yang diajukan penyidik sejauh ini masih umum.

"Pertanyaannya formal mengenai jabatan dan riwayat hidup, tugas tanggung jawabnya apa," jelasnya.

Rosa yang hadir di KPK pukul 10.40 WIB dengan mobil tahanan lembaga antikorupsi tersebut juga didampingi oleh saudaranya.

Ia sudah berstatus tersangka setelah penyidik KPK menangkap tangan usai diduga menjadi penghubung dalam transaksi penyuapan Marketing Manager PT Duta Graha Indah (DGI) kepada Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) pada Kamis malam (21/4).

Rosa dibawa terakhir ke KPK bersama Sesmenpora Wafid Muharam dan Marketing Manager PT DGI Muhammad El Idris di Kemenpora di atas pukul 22.00 WIB.

Sebelumnya memboyong Rosa ke KPK penyidik melakukan penggeledahan di lantai lima kantornya yang bernama PT Anak Negeri berlokasi di Warung Buncit.

Dugaan suap-menyuap ini terkait proyek pembangunan wisma atlet di Kompleks Jakabaring, Palembang untuk SEA Games November 2011.(*)


Rosa Pernah Sebut Nazarudin Terima 13 Persen

Mantan pengacaranya punya bukti soal omongan Rosa.

VIVAnews - Bekas pengacara Mirdo Rosalina Manulang, Kamarudin Simanjuntak, mengungkapkan bahwa mantan kliennya itu pernah membeberkan aliran dana dalam kasus korupsi pembangunan wisma atlet SEA Games XXVI di Jakabiring, Palembang.

"Atasannya disebut menerima aliran dana 13 persen," kata Kamarudin saat dihubungi VIVAnews.com, Senin 2 Mei 2011. "Atasannya ya Nazarudin (Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazarudin) itu."

Selain itu, menurut Kamarudin, Rosa sudah menyebutkan aliran dana juga diterima oleh pihak lain. "Saya belum akan beberkan terlebih dahulu," ujarnya.
Kamarudin mengaku tidak heran jika keterangan Rosa kemudian diubah paska mengganti pengacara. "Silakan saja, tapi saya memiliki bukti keterangan dia sebelumnya," ujarnya.

Kamarudin mengaku dia juga pernah berurusan dengan Nazarudin saat membela Daniel Sinambela, pengusaha yang bekerjasama dengan Nazarudin dalam proyek batu bara di PT PLN. Daniel dilaporkan menipu dan menggelapkan uang patungan dengan Nazarudin serta melakukan pencucian uang.

Sebelumnya, Nazarudin sudah membantah dirinya terlibat dalam kasus suap yang diduga melibatkan Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga, Wafid Muharram. "Itu semua fitnah. Saya anggota Komisi Hukum dan tidak ada hubungan dengan Kemenpora," kata Nazaruddin saat dihubungi VIVAnews.com, Rabu 27 April 2011.

Nazaruddin pun membantah kenal dengan Rosa. Apalagi, dia melanjutkan, disebut sebagai pihak yang mengarahkan agar Kemenpora memilih PT Duta Graha Indah (DGI) sebagai rekanan pembangunan wisma.

"Memang kebetulan saya dengan Pak Andi Mallarangeng satu partai, tapi saya ke kantor Menpora saja tidak pernah. Apalagi mengurus hal teknis seperti itu," ujarnya. "Seribu persen saya tidak ada urusan dengan perkara ini sama sekali." (umi)

Takut Dibunuh Politisi, Tersangka Kasus Suap Kemenpora 'Lari' ke LPSK

Fajar Pratama - detikNews

Jakarta - Ancaman pembunuhan dan teror diterima Kamarudin Hidayat. Tapi pengacara tersangka kasus suap Kemenpora Mirdo Rosalina Manulang atau Rosa ini tidak gentar. Dia malah mengkhawatirkan keselamatan kliennya Rosa. Dia pun berencana meminta perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Saya ini lebih khawatir terhadap klien saya. Maka saya bermaksud untuk melaporkan hal ini dan meminta perlindungan ke LPSK," tutur Kamarudin saat dihubungi, Kamis (28/4/2011).

Kamarudin mengatakan, sedianya dia akan melapor ke LPSK pada Rabu petang kemarin. Namun karena pihak LPSK berbenturan dengan jadwal lain, maka pelaporan tersebut akan dilakukan dalam waktu dekat.

"Satu atau hari ke depan, sedianya kemarin jam enam," terangnya.

Menurut Kamarudin, kemungkinan kliennya akan turut mendapat ancaman seperti dirinya sangat mungkin terjadi. Karena ancaman fisik yang ditujukan kepada dirinya oleh orang-orang tidak dikenal tersebut, bermotif agar informasi tentang keterlibatan politisi atasan Rosa jangan sampai terbongkar. Sebelumnya Kamarudin juga telah mengakui atasan rosa berasal dari partai yang tengah berkuasa.

"Sangat mungkin ibu Rosa dapat ancaman fisik juga. Apalagi di lapas kan keamanannya kurang ketat. Kalau tengah malam saya takutkan bisa disusupi orang," terang Kamarudin.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kamarudin Simanjuntak mengungkapkan dirinya pernah mendapat ancaman fisik terkait posisinya sebagai pembela tersangka Rosa Manulang di kasus dugaan suap di Kemenpora. Kamaruddin dipaksa untuk bungkam.

Saya dicegat segerombolan orang. Saya mau dipukuli. Mereka mencegah saya untuk jadi pengacaranya, agar tidak banyak bicara,” kata Komaruddin saat dihubungi wartawan, Kamis (28/4/2011).

Kamarudin menuturkan, kejadian itu terjadi di Rutan Pondok Bambu, sesaat setelah dirinya menjenguk Rosa yang ditahan di rutan, Selasa (26/4/2011). Ditanya apakah ancaman itu ada hubungannya dengan pernyataan Kamarudin yang dilontarkan selama menjadi kuasa hukum Rosalina, ia mengaku tidak tahu.

"Mereka mengatakan di depan (Rutan) Pondok Bambu, katanya Ini akan mempersulit kamu," ucap Kamarudin.

Kamarudin mengatakan dirinya banyak menerima kiriman SMS (Short Message Service) untuk mencabut kuasa hukum Rosalina.

"Saat kita antar ke (Rutan) Pondok Bambu ada segerombolan orang mencegat minta cabut surat kuasa hukum. Mereka juga mengancam akan membunuh," kata Kamarudin.


Pengacara Diteror, Tahanan Rosalina Bakal Dipindah

 Jpnn
JAKARTA - Aroma skandal besar di balik kasus penyuapan Sekretaris Menpora (Sesmenpora) terus merebak. Puncaknya setelah Kamarudin Simanjuntak, pengacara Mirdo Rosalina Manulang alias Rosalina mendapat teror kekerasan dari seseorang yang tidak dikenal. Untuk keselamatan Rosalina, penahanan perempuan yang diduga menjadi makelar suap itu bakal dipindah.


Terkait ancaman teror terhadap Kamarudin tersebut beraneka ragama bentuknya. Mulai dari teror SMS, hingga upaya pencegatan, dan ancaman pemukulan. Pesan dari sang peneror, Komaruddin diminta mencabut surat keterangan sebagai kuasa hukum.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi membenarkannya. "Memang benar, seperti yang disampaikan pengacara MRM (Rosalina, red)," tandas Johan di KPK kemarin (28/4). Dia menyebutkan, ancaman tersebut terjadi ketika si pengacara mengawal pengembalian Rosalina dari KPK ke Rutan Pondok Bambu.

Meskipun ancaman tersebut jatuhnya kepada pengacara, Johan mengatakan jika kejadian tersebut tidak terlepas dengan kasus yang menjerat Rosalina. Seperti diberitakan, Rosalina menjadi tersangka kasus penyuapan Sesmenpora Wafid Muharam.

Rosalina menjadi tersangka karena diduga berperan menjadi penghubung atau perantara antara Wafid, dengan pengusaha PT Duta Graha Indah (DGI) Mohammad El Idris yang diduga menjadi penyuap. Selain diduga menjadi perantara, Rosalina juga disebut-sebut menjadi orang kepercayaan salah seorang petinggi partai besar.

Johan mengatakan, dengan laporan ancaman tersebut pihaknya saat ini sudah berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). "Koordinasi itu kami lakukan demi keselamatan MRM. Dia masih menjadi bagian penting dalam pemeriksaan KPK," katanya. Salah satu langkah yang bakal diambil pertama adalah, memindahkan tempat penahanan Rosalina.

Sejak tertangkap tangan dengan barang bukti cek senilai Rp 3,2 miliar pada 22 April lalu, Rosalina mendekam di Rutan Pondok Bambu. Johan mengatakan, lokasi penahanan yang baru nanti bakal dirahasiakan. Sehingga, pelaku teror tidak bisa membuntuti lalu mencegat Rosalina beserta kuasa hukumnya.

Lantas apakah motif dibalik aksi teror tersebut? Johan menjelaskan belum bisa memastikannya. Dia hanya menegaskan, aksi teror berupa ancaman itu sangat erat kaitannya dengan kasus yang menjerat Rosalina. "Memang ancaman itu kepada pengacara," jelas Johan. Namun, ancaman itu tidak akan dialami Kamarudin jika kasus Rosalina tidak terbongkar.

Sempat berhembus kabar jika ancaman itu muncul buntut dari dugaan keterlibatan politisi yang menjadi beking penerima suap. Johan belum berani berkomentar jauh terhadap kemungkinan tersebut. "Intinya kami baru mendapat informasi jika pengacara MRM menerima ancaman," tandasnya.

Proses pengusutan kasus suap tersebut berjalan. Dalam agenda pemeriksaan kemarin, KPK menghadirkan Idris dan Wafid. Dua tersangka tersebut diperiksa dengan kapasitas sebagai saksi dalam berkas pemeriksaan tersangka Rosalina.

Sebelum pemeriksaan dua tersangka tersebut, Rosalina sempat mengelak jika dirinya disebut menjadi makelar atau penghubung antara Idris dan Wafid. Nah, pemeriksaan kemarin dijalankan untuk membuktikan apakah betul peran Rosalina itu menjadi makelar atau penghubung.

Johan masih bungkam terhadap materi-materi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan penyidik. "Saya belum mendapat informasi dari penyidik KPK," tegas dia. Selain Wafid dan Idris, KPK kemarin juga memeriksa karyawan dan beberapa direksi PT DGI.

Terkait pemeriksaan terhadap Menpora Andi Malarangeng, Johan mengatakan bisa saja dilakukan jika KPK membutuhkan keterangan sang meteri. "Tapi sampai sekarang belum ada keterangan tersebut (menggali keterangan Andi, red) oleh penyidik," pungkasnya.

Seperti diberitakan, indikasi kuat keterlibatan politisi dalam kasus suap itu telah disampaikan sejumlah pihak. Bahkan, Ketua Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Bonyamin Saiman sudah berani langsung menunjuk indikasi keterlibatan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

Terhadap hal tersebut, pihak Partai Demokrat ramai-ramai ikut memberikan dukungan terhadap anggota Komisi III DPR tersebut. Ketua Fraksi PD Jafar Hafsah mengungkapkan, bahwa pihaknya sudah mendapat klarifikasi langsung dari Nazaruddin. "Kami sudah mendapat klarifikasi, dan itu yang sementara kami pegang," ujar Jafar.

Dia juga meminta agar seluruh pihak tetap menggunakan praduga tak bersalah dalam masalah ini. Jangan dulu menghakimi seseorang yang belum tentu terbukti terlibat melakukan kejahatan. "Lebih baik, kita sama-sama tunggu prosesnya, semua kan masih berjalan," imbuh salah satu ketua DPP PD tersebut.

Politisi Demokrat lainnya, Achsanul Qosasi bahkan yakin bahwa Nazaruddin tidak terlibat dalam kasus tersebut. Dia menduga, ada pihak-pihak tertentu yang terus berusaha mendiskreditkan salah satu politisi muda yang dimiliki partai berlambang mercy itu. "Kasihan Pak Naz (Nazaruddin, Red), saya rasa ada pihak-pihak yang tidak suka dengan dia," kata Achsanul.

Di sisi lain, wakil ketua Komisi XI itu justru mendorong agar KPK segera memanggil Menpora Andi Mallarangeng untuk mengungkap tuntas kasus suap tersebut. "Agar tidak ada prasangka di masyarakat, karena bagaimanapun sebagai pemegang kuasa anggaran di kemnetrian olahraga dia kunci dalam masalah ini," ujarnya.

Dia menegaskan, bahwa partai tidak akan menghalangi atau mengintervensi sedikitpun proses hukum yang akan berjalan nantinya. "Silahkan KPK memanggil, kami tidak akan emnghalangi justru mendukung," imbuhnya.

Rosa Serang Bekas Pengacara

"Seharusnya Ibu Rosa sejak awal mendapat perlindungan LPSK supaya keterangannya steril."

VIVAnews - Mirdo Rosalina Manulang, tersangka kasus suap proyek wisma atlet SEA Games menegaskan, seluruh berita acara pemeriksaan atau BAP yang dibuatnya merupakan perintah mantan pengacaranya, Kamaruddin Simanjuntak.

"Semua BAP yang beredar di pasaran itu, setting-an Kamarudin," kata Rosa dengan nada tinggi usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Rabu 11 Mei 2011.

Sebelum membuat BAP, Rosa menyatakan, dirinya diimingi bebas dari kasus suap yang diduga juga menyeret Sesmenpora, Wafid Muharram. "Tetapi ternyata bohong besar. Selesai masalah ini saya akan bikin perhitungan pribadi sama dia," teriak Rosa.

Kamaruddin, kata Rosa mendatanginya pada tanggal 23 April 2011 dengan membawa kertas kosong bermaterai. "Kalau you mau bebas, you harus ikutin perintah saya. Apapun yang kamu katakan kamu harus ikut dengan pikiran saya," kata Rosa menirukan Kamarudin.

Sebelumnya, Kamarudin memang membeberkan mengenai dugaan keterlibatan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazarudin, dalam kasus ini. Kamarudin bahkan menyatakan bahwa Rosa mendatangi Kantor Sesmenpora atas perintah Nazarudin. Nazarudin sudah membantah terlibat dalam kasus suap ini.

Dihubungi terpisah, Kamarudin membantah pernyataan bekas kliennya itu. "Urusannya apa saya mengatur BAP," kata Kamarudin saat dihubungi.

Kamarudin kembali menegaskan bahwa Nazarudin adalah bosnya Rosa sejak 2008. Kamarudin pun menyayangkan kasus suap ini berkembang ke arah politis.
"Ini karena yang menangani dia [Rosa] adalah pengacara yang dikirim bosnya itu. Seharusnya Ibu Rosa sejak awal mendapat perlindungan dari LPSK supaya keterangannya steril," ujarnya.

Rosa: Misi Kamarudin Hancurkan Demokrat

Mirdo Rosalina Manulang mengatakan, BAP dibuat karena arahan bekas pengacaranya.

 VIVAnews - Tersangka Mirdo Rosalina Manulang mengatakan, berita acara pemeriksaan yang selama ini dibuat merupakan perintah mantan kuasa hukumnya, Kamarudin Simanjuntak. Rosa menyatakan, misi Kamarudin adalah menghancurkan partai Demokrat.

"Yang penting kita hancurkan Partai Demokrat. Itu statemen dia (Kamarudin)," kata Rosa dengan nada teriak usai menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu 11 Mei 2011.

Rosa menuturkan, dia tidak tahu alasan Kamarudin menyatakan hal tersebut. Namun, untuk bebas dari jeratan hukum, akhirnya Rosa membuat seluruh BAP dengan arahan Kamarudin. "Saya tertekan, dan saya tidak tahu akan ditangkap. Dan saya dalam kondisi sangat lemah," ucapnya.

Dalam kasus ini, Rosa menegaskan, tidak ada kaitannya dengan PT Duta Graha Indah (DGI). Namun, saat hal itu dikatakan ke Kamarudin, mantan kuasa hukumnya itu kembali menekannya. "Kamu jangan bilang pribadi, nanti kamu tidak bisa bebas. Kamu seret partai Demokrat, biar kita hancurkan partai Demokrat," ucap Rosa dengan nada tinggi.

Memang Kamarudin yang pertama kali mengungkapkan adanya dugaan keterlibatan dari Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazarudin. Menurut Kamarudin, Nazarudin adalah atasan dari Rosa. Dan apa yang dilakukan Rosa di kantor Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharram adalah perintah dari Nazarudin.

Nazarudin sudah membantah tudingan tersebut. Anggota Komisi Hukum DPR itu pun menegaskan tidak ada kader Demokrat yang terlibat dalam kasus suap wisma atlet.

Dihubungi terpisah, Kamarudin membantah memiliki misi untuk menghancurkan Demokrat. "Urusannya apa saya dengan Demokrat. Saya bukan politisi, saya hanya penegak hukum," ujar Kamarudin.

Kamarudin menduga, tudingan Rosa soal hancurkan Demokrat itu lantaran dia juga membela kasus penipuan dengan tersangka Daniel Sinambela. Kasus Daniel ini, lanjut Kamarudin, juga diduga melibatkan Nazarudin. "Ada kemungkinan soal itu. Tapi Pak Sinambela itu satu kantor dengan Ibu Rosa," ujarnya. (eh)

Kamaruddin Sempat Tunggangi Rosa Demi Hancurkan Demokrat?

RMOL. Tersangka suap di tubuh Kemeterian Pemuda dan Olahraga, Mindo Rosaline Manullang, mengaku pernah diiming-imingi bebas dari jeratan hukum oleh mantan pengacaranya. Syaratnya, dia harus memberi pengakuan yang tidak sesuai fakta kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.

Hal itu diutarakan Rosa dengan emosional usai diperiksa penyidik KPK, di kantor KPK, Jakarta, Rabu petang (11/5). Rosa mengaku dipaksa oleh mantan pengacaranya Kamaruddin Simanjuntak untuk menyeret Partai Demokrat dan Bendahara Umum-nya, Muhammad Nazaruddin.

"Saya jamin bisa bebas. Yang penting kita hancurkan Partai Demokrat," ungkap Rosa menirukan pernyataan eks pengacaranya, Kamaruddin Simanjuntak.

Padahal, tegas Rosa, dari awal dirinya sudah mengatakan bahwa tindakan suap bersama Mohammad Idris di Kantor Kemenpora adalah inisiatifnya sendiri, bukan atas perintah Nazaruddin. Tetapi Kamaruddin tetap saja merayunya agar menyeret-nyeret Partai Demokrat dalam kasus suap Sesmenpora.

"Kamu jangan bilang pribadi, nanti kamu tidak bisa bebas. Kamu seret Partai Demokrat," kata Rosa mengulangi omongan Kamaruddin.

Kamaruddin, kata Rosa, terus merayunya. Bahkan saat dirinya menegaskan tidak pernah berhubungan dengan politisi dan partai tertentu, Kamaruddin tetap memaksa.

"Kalau you mau bebas, you harus ikuti perintah saya. Apapun yang kamu katakan kamu harus ikuti pikiran saya. Kita hancurkan Demokrat," tutur Rosa mengulangi arahan Kamaruddin saat mereka berbincang di Polda Metro Jaya tanggal 23 April.[ald]

Ganti Pengacara Rosa Ubah Pengakuan

Jakarta (ANTARA News) - Usai berganti kuasa hukum tersangka kasus dugaan suap Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Mindo Rosalina Manulang alias Rosa, mengubah pengakuannya terkait atasan.

"Atasan saya Fajar," kata Rosa saat dicecar wartawan usai menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Jumat malam.

Saat ditanya lebih lanjut tentang atasannya Rosa tidak menjawab dan langsung masuk ke dalam mobil tahanan KPK.

Ia pun tidak jelas menjawab saat dikonfirmasi apakah benar ada hubungan dengan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin seperti yang banyak diberitakan.

Sebelumnya ia hanya mengungkapkan bahwa dirinya menjabat sebagai Direktur Marketing PT Anak Negeri, bukan dari PT Duta Graha Indah (DGI).

Namun sepupu Rosa, Dapot Siahaan menegaskan bahwa sejak tanggal 27 April 2011 pukul 18.30 WIB dimana surat pencabutan Kamaruddin Simanjuntak sebagai kuasa hukum Rosa ditandatangani maka apa pun pernyataan yang dikeluarkan terkait sepupunya tersebut tidak benar.

Pengacara Rosa yang baru, Djufri Taufik justru mengatakan bahwa kliennya adalah kenalan M El Idrus, dan dimintai tolong untuk menemaninya ke Kemenpora.

"Bu Rosa dimintai tolong oleh Idris ke Kemenpora. Itu (Idris) merupakan rekan bisnis Rosa," ujar dia.

Pernyataan kuasa hukum Rosa ini bertolak belakang dengan kuasa hukumnya yang lama yakni Khamaruddin Simanjuntak, yang menyebutkan justru terdakwa yang tidak mengenal El Idris namun benar diperintahkan atasannya menemani Marketing Manager PT DGI menemui Sesmenpora. (V002/Z002/K004)


Rosa Mengaku Tak Pernah Diancam Nazaruddin

INILAH.COM, Jakarta - Mirdo Rosalinda Manulang, tersangka kasus suap Seskemenpora, menegaskan dirinya tidak pernah mengalami tekanan dan ancaman apapun dari M Nazaruddin.

"Statement Kamarudin yang berada di dalam tekanan, tertekan jiwa, segala macam itu tidak ada. Benar-benar saya menunjuk mereka dari pribadi saya tanpa ada tekanan dari siapa pun," ujarnya usai diperiksa di KPK, Jumat (29/4/2011).

Rosa mengatakan, dalam menghadapi kasus ini dia tidak mengalami tekanan dan ancaman dari pihak manapun sebagaimana diungkapkan mantan kuasa hukumnya, Kamarudin Simanjuntak.

"Makanya saya putuskan dengan keluarga juga dari pikiran saya juga, saya katakan bahwa saya cabut kuasa terhadap Kamarudin." [mah]

Rosa Juga Kepingin Pengakuannya Disiarkan Live di T

RMOL. Tersangka suap Sesmenpora, Mindo Rosaline Manullang alias Rosa, merasa iri dengan perlakuan media massa terhadap mantan pengacaranya, Kamaruddin Simanjuntak.

Rosa meminta pengakuannya tentang kasus ini juga bisa disiarkan secara langsung oleh media, sama seperti saat Kamaruddin menyebar infromasi bahwa Bendahara Umum Demokrat, M Nazaruddin, sebagai politisi yang menyetirnya.

"Saya ingin ini (pengakuan) harus live di TV. Kalau tidak live, saya tidak mau memberikan statement," ucap Rosa bernada tinggi, di Gedung KPK, Jakarta (Rabu, 11/5).

Menurut Rosa, pemberitaan di media yang muncul sejak dirinya ditangkap KPK bersama Sesmenpora Wafid Muharam, sangat menyudutkannya. Semua pemberitaan, kata Rosa, tidak sesuai dengan fakta yang ada.

"Semua berita yang ada di media cetak atau pun televisi, tidak benar," tegasnya.

Rosa tampak emosional menyampaikan permintaannya itu. Dengan nada suara yang meninggi, sesekali Rosa mengacungkan tangannya ke atas dan menunjuk kepada awak media yang ingin meminta konfirmasinya seputar pemberitaan yang muncul belakangan ini.

Dua hari lalu, Kamaruddin sendiri sempat muncul salah satu TV nasional. Disiarkan secara live, Kamaruddin menguliti keterlibatan M Nazaruddin, bos Rosa di PT Anak Negeri, dalam kasus suap pembangunan wisma atlit di Jakabaring, Palembang. Dia menyebut Nazaruddin-lah yang mengendalikan Rosa dan bahkan telah menerima fee sebesar Rp 25 miliar dari PT DGI.[ald]

Kamarudin Duga Tanda Tangan Rosa Dipalsukan

INILAH.COM, Jakarta - Mantan kuasa hukum Mirdo Rosalinda Manulang alias Rosa, Kamarudin Simanjuntak menduga tanda tangan mantan kliennya telah dipalsukan oleh orang suruhan M Nazaruddin.

"Saya mengatakan apakah ini tanda tangan mu karena saya melihat berbeda. Sebab saya lihat beda dengan yang BAP. Di mana tanda tangan sama saya dengan BAP guratannya ke bawah sementara dalam surat pencabutan itu guratannya ke atas terkesan ditiru," ujar Kamarudin di KPK, Jumat (29/4/2011).

Menjawab pertanyaan itu, Rosa, terang Kamarudin, tetap mengaku bahwa tanda tangan dalam surat pencabutan kuasa itu adalah benar tanda tangannya.

"Lalu dia mengatakan, 'ya memang tanda tangan saya'. Jadi dalam dunia hukum kalau diakui tanda tangannya apapun itu adalah sah," ujarnya.

Kamarudin mengatakan, Rosa mengaku sedih harus mencabut kuasa hukum terhadap Kamarudin. Sebab selama ini Kamarudin telah banyak membantu Rosa.

"Dengan sedih dia mengatakan terima kasih bang telah banyak membantu saya. Saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi, saya harus mengatakan telah mencabut."

Seperti diberitakan, tersangka kasus suap Seskemenpora, Mirdo Rosalinda Manulang alias Rosa memecat kuasa hukumnya, Kamarudin Simanjuntak. Diduga pemecatan itu dikarenakan Kamarudin mengungkap adanya ancaman yang dilakukan Nazaruddin terhadap Rosa. [m

Rosa: Tak Ada yang Menekan Saya

INILAH.COM, Jakarta - Tersangka dugaan penyuapan M Rosalina Manulang mengaku tidak ada pihak yang menekannya.

"Enggak ada tekanan," kata Rosa sebelum memasuki pintu masuk Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (29/4/2011).

Kabar dugaan Rosa mendapat tekanan dari pihak lain karena ia dan mantan pengacaranya, Kamarudin Simanjuntak, mendapatkan ancaman.

Sebagaimana diberitakan, kuasa hukum Rosa, Kamarudin Simanjuntak mengaku mendapat ancaman fisik terkait posisinya sebagai pembela tersangka Rosa Manulang di kasus dugaan suap di Kemenpora.

"Saya dicegat segerombolan orang. Saya mau dipukuli. Mereka mencegah saya untuk jadi pengacaranya, agar tidak banyak bicara," kata Kamarudin saat dihubungi wartawan, Kamis (28/4/2011).

Kejadian itu terjadi di Rutan Pondok Bambu usai Kamarudin menjenguk Rosa yang ditahan di rutan, Selasa (26/4/2011).

Sebelumnya, Rosa juga sempat mendapatkan ancaman. Kamarudin menduga kliennya diancam oleh atasannya, yang tak lain adalah seorang politisi dari partai berkuasa saat ini, Partai Demokrat. "Sudah bukan dimungkinkan lagi, itu pasti atasan Rosa," kata Kamaruddin yakin.

Dia mengaku, tidak sembarang melempar tudingan tersebut. Sebab menurutnya, atasan Rosalina sangat berkepentingan agar tidak terjerat setelah tertangkapnya Rosalina. "Karena dia kan mau dirinya terlindungi. Maunya saya bungkam," tegas Kamaruddin. [bar]

.