Jakarta (ANTARA
News) - Ketua Fraksi PKB DPR RI Marwan Ja'far berpendapat, sikap saling
menjatuhkan dan menghujat diantara kalangan lembaga negara pada saat ini
tidak sepatutnya terjadi.
"Belakangan ini muncul fenomena yang sangat memprihatinkan di
masing-masing penyelenggara negara, baik legislatif, eksekutif dan
yudikatif, yaitu adanya sikap saling mendegradasi dan bahkan cenderung
saling menjatuhkan," kata Marwan di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, hal ini terjadi karena kurangnya sikap kenegarawanan
di masing-masing penyelenggara negara dan mereka cenderung menonjolkan
sikap egoisme individu ataupun kelompok sehingga mengesampingkan
kepentingan yang jauh lebih luas, yakni bangsa dan negara.
Ditegaskannya bahwa adanya sikap saling mendegradasi atau
menghujat dan bahkan menjatuhkan atar lembaga negara seperti itu
seharusnya tidak perlu terjadi. Masing-masing penyelenggara negara harus
saling menghormati dan menjunjung tinggi martabat lembaga negara demi
kepentingan bangsa.
"Dibutuhkan sikap negarawan untuk tidak saling menjatuhkan antarlembaga negara," ujarnya.
Lebih lanjut Marwan mengatakan bahwa di negara demokrasi, memang
tidak dilarang untuk melakukan kritik. Namun, ia menambahkan, kritik
yang dibutuhkan itu adalah kritik konstruktif dengan cara dan mekanisme
yang terpuji.
Ia berpendapat, sudah saatnya bangsa ini membangun kebersamaan
untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang lebih adil, makmur dan
bermartabat. Hal itu dimulai dengan memberi keteladanan dalam
penyelenggaraan negara dengan sikap saling menghormati dan menjunjung
tinggi martabat masing-masing lembaga negara.
"Kita harus waspada terhadap pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab yang sengaja menciptakan suasana gaduh dan tidak
kondusif dengan mengadu domba masing-masing penyelenggara negara,"
demikian Marwan.
Rabu, 31 Oktober 2012
ICW duga tekanan politik pengaruhi audit Hambalang
Jakarta (ANTARA
News) - Koordinator Bidang Politik Indonesian Corruption Watch (ICW)
Abdullah Dahlan menduga laporan hasil pemeriksaan (LHP) tahap pertama
Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tentang pembangunan proyek Hambalang
dipengaruhi tekanan politik.
"Dari awal memang sudah terlihat kuatnya tensi politik dalam audit BPK itu. Bahkan sebelum hasil audit diserahkan ke DPR terdapat isu ada upaya untuk menghapuskan nama Menpora dalam laporan itu," katanya ketika dihubungi dari Jakarta, Kamis.
Ia berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mampu menuntaskan dan mengungkap aktor-aktor dalam kasus Hambalang.
Ia merasa janggal bila mendapati bahwa Menpora Andi Mallarangeng hanya dianggap lalai karena membiarkan Sesmenpora Wafid Muharam melaksanakan wewenang menteri.
"Dilihat dari konstruksi kasusnya saja tidak logis bila Menpora tidak tahu ada penambahan anggaran yang dilakukan Sesmenpora. Alokasi anggaran Rp1,2 triliun itu tidak sedikit," katanya.
Menurut Abdullah, KPK tetap bisa menjadikan hasil audit BPK sebagai dasar dalam penyelidikan kasus Hambalang.
KPK tetap bisa menggunakan fakta lain yang diperoleh untuk melengkapi penyelidikan itu.
BPK secara resmi telah menyerahkan (LHP) investigatif tahap pertama terhadap proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang kepada DPR, diwakili Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, Ketua Komisi X Agus Hermanto dan Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR Sumarjati Arjoso.
Ketua BPK Hadi Poernomo mengatakan Menpora Andi Malarangeng telah lalai karena tidak melaksanakan pengendalian dan pengawasan dalam pembangunan P3SON Hambalang.
"Menpora diduga membiarkan Seskemenpora melaksanakan wewenang Menpora dan tidak melaksanakan pengendalian dan pengawasan sebagaimana dimaksud PP Nomor 60 Tahun 2008," katanya.
"Dari awal memang sudah terlihat kuatnya tensi politik dalam audit BPK itu. Bahkan sebelum hasil audit diserahkan ke DPR terdapat isu ada upaya untuk menghapuskan nama Menpora dalam laporan itu," katanya ketika dihubungi dari Jakarta, Kamis.
Ia berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mampu menuntaskan dan mengungkap aktor-aktor dalam kasus Hambalang.
Ia merasa janggal bila mendapati bahwa Menpora Andi Mallarangeng hanya dianggap lalai karena membiarkan Sesmenpora Wafid Muharam melaksanakan wewenang menteri.
"Dilihat dari konstruksi kasusnya saja tidak logis bila Menpora tidak tahu ada penambahan anggaran yang dilakukan Sesmenpora. Alokasi anggaran Rp1,2 triliun itu tidak sedikit," katanya.
Menurut Abdullah, KPK tetap bisa menjadikan hasil audit BPK sebagai dasar dalam penyelidikan kasus Hambalang.
KPK tetap bisa menggunakan fakta lain yang diperoleh untuk melengkapi penyelidikan itu.
BPK secara resmi telah menyerahkan (LHP) investigatif tahap pertama terhadap proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang kepada DPR, diwakili Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, Ketua Komisi X Agus Hermanto dan Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR Sumarjati Arjoso.
Ketua BPK Hadi Poernomo mengatakan Menpora Andi Malarangeng telah lalai karena tidak melaksanakan pengendalian dan pengawasan dalam pembangunan P3SON Hambalang.
"Menpora diduga membiarkan Seskemenpora melaksanakan wewenang Menpora dan tidak melaksanakan pengendalian dan pengawasan sebagaimana dimaksud PP Nomor 60 Tahun 2008," katanya.
Langganan:
Postingan (Atom)