Senin, 16 Mei 2011

Anggaran Pulsa DPR

Bagimana pemberitaan tentang Anggaran Pulsa DPR, berikut beberapa pemberitaan yang ada :


Anggota DPR Bantah Anggaran Pulsa Rp14 Juta

INILAH.COM, Jakarta - Anggota DPR membantah adanya uang pulsa mencapai Rp14 juta tiap bulan ditambah Rp105 juta untuk lima kali reses. Menurut anggota DPR Komisi III Nasir Jamil, data yang dilansir LSM Fitra tersebut jauh dari kenyataan yang sebenarnya. Jatah anggaran untuk hal tersebut kenyataannya hanya Rp5 juta per bulan.
"Yang ada itu uang komunikasi diberikan kepada anggota setiap bulan yang jumlahnya lebih kurang Rp5 juta, itu uang komunikasi namanya. Sedangkan uang reses perorangan diterima sesuai dengan daerah pemilihannya masing-masing anggota. Jumlah reses perorangan di luar masa reses adalah enam kali," ujar Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Rabu(11/5/2011).
Lebih jauh Nasir menjelaskan, sekali reses anggota DPR juga mendapat uang tiket, penginapan, dan transport. "Jumlah kunjungan tiga hari lamanya," jelas politisi PKS tersebut.

Nasir menduga data yang dirilis oleh Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran tersebut sengaja telah direkayasa. "Mungkin angka itu sudah diolah oleh Fitra. Padahal beberapa kali media sudah pernah mempublikasi rincian penerimaan anggota DPR," tandasnya.

Sebelumnya diberitakan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengatakan uang pulsa anggota DPR selama setahun sekitar Rp151 miliar. Jumlah tersebut didapatkan Fitra berdasarkan Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) DPR 2010-2011.
Setiap anggota DPR menerima uang isi pulsa setiap bulan sebesar Rp14 juta. Jika dikalikan 12 bulan (setahun) jumlahnya Rp168 juta. Tidak hanya itu, setiap anggota DPR juga mendapatkan duit pulsa sebesar Rp102 juta pertahun untuk lima kali reses.

"Kalau ditambah jumlah jadi Rp270 juta. Kalau jumlah tersebut dikalikan dengan 560 anggota DPR, jumlahnya sekitar Rp151 miliar," ujar Kordinator Investigasi dan Advokasi Uchok Sky Khadafi

Muzani: Ada Tunjangan Komunikasi, Bukan Pulsa

Muzani mengaku tak menerima anggaran pulsa sampai Rp14 juta setiap bulannya. 

VIVAnews - Ahmad Muzani, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, mengaku tak menerima anggaran pulsa sampai Rp14 juta setiap bulannya. Namun Muzani menengarai, anggaran pulsa itu masuk dalam tunjangan komunikasi yang diterima setiap kali reses.

"Tak ada itu anggaran pulsa," kata anggota Komisi I DPR itu saat dihubungi VIVAnews, Rabu 11 Mei 2011. "Saya pastikan tak ada di slip gaji saya," ujarnya.

Namun Muzani menyatakan, ada tunjangan komunikasi yang diterimanya setiap kali reses. "Saya tak pernah cek detailnya, namun hanya disebut tunjangan komunikasi," kata Sekretaris Jenderal Partai Gerindra itu. "Mungkin di sana itu termasuk pulsa."

"Komunikasi itu kan abstrak," kata Muzani, "sementara pulsa kan lebih konkret. Komunikasi bisa dimaknai menggunakan sarana elektronik, bisa temu muka. Mungkin Sekretariat Jenderal kemudian memilih pulsa supaya jelas," katanya.

Sebelumnya, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) melansir, setiap anggota Dewan yang terhormat ini mendapat jatah pulsa Rp14 juta per bulan dan Rp168 juta untuk jatah tahunan. Dengan begitu, setiap anggota DPR mendapat uang pulsa sebesar Rp270 juta per tahun. Total anggaran pulsa untuk 560 Anggota DPR mencapai Rp151 miliar. (eh)

FITRA Didesak Cabut Pernyataan Uang Pulsa DPR

INILAH.COM, Jakarta - Sekretaris Jenderal DPR RI Nining Indra Saleh mendesak Sekretariat Nasional FITRA mencabut dan menarik pernyataan mengenai Uang Isi Pulsa Anggota DPR.

Nining Indra Saleh dalam keterangan pers yang disampaikan di Jakarta, Kamis malam juga mendesak FITRA menyampaikan permohonan maaf di semua media nasional;

"Apabila dalam kurun waktu tiga hari terhitung sejak hak jawab ini dimuat dalam media nasional atau hak jawab ini tidak diindahkan, maka kami akan menempuh upaya hukum sesuai ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Nining.

Nining menyatakan, isi siaran pers tersebut sesungguhnya tidak pernah ada dalam DIPA DPR RI, sehingga isi siaran pers tersebut tidak berdasar, sangat tidak etis, terlalu berlebihan, tendensius dan sudah melampaui batas-batas kepatutan.

"Isi siaran pers yang memuat pernyataan Seknas FITRA dimaksud merupakan pendapat yang dapat menyesatkan opini publik, tidak hanya melanggar kode etik pers, melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia yang sifatnya universal (dalam hal ini Anggota DPR) sebagaimana tercermin dalam ketentuan Pasal 28G ayat (1) juncto Pasal 28J UUD 1945, dan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Isi siaran pers yang dimuat di beberapa media (Republika, Rakyat Merdeka, Media Indonesia, Pelita, detik.com) dimaksud berdampak pada citra negatif terhadap, pada Anggota DPR maupun lembaga DPR," katanya.

Terhadap isi siaran pers yang disampaikan oleh Seknas FITRA adalah tidak benar dan tidak beralasan karena merupakan pendapat yang dapat menyesatkan opini publik.

"Kami sangat menghargai suatu kebebasan untuk menyampaikan pendapat secara lisan dan/atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik, tentunya sepanjang hal tersebut disampaikan secara bertanggung jawab dan berdasarkan data, etis, tanpa mengeliminir hak asasi manusia orang lain," katanya.

Selain itu juga perlu memperhatikan asas kepatutan dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut jika dihubungkan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Seknas FITRA, tidak benar dan dapat menyesatkan opini publik.

Nining menyatakan, perlu dipahami bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-Undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, ketertiban umum dalam suatu tata kehidupan masyarakat demokratis.

Karena itu, apabila ada seseorang atau kelompok yang telah melakukan suatu perbuatan merendahkan harkat dan martabat dasar orang lain baik langsung maupun tidak langsung dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. [bar]

FITRATak Akan Cabut Keterangan Uang Pulsa DPR

INILAH.COM, Jakarta - Koordinator Investigasi dan Advokasi Seknas FITRA Ucok Sky Khadafi menyatakan tidak akan mencabut keterangannya mengenai uang pulsa DPR sebesar Rp14 juta pe rbulan seperti yang diminta Sekretaris Jenderal DPR Nining Indra Saleh.

"Enggak dong. Karena kita merasa betul. Tunjangan insentif kita menerjemahkannya dengan pulsa," kata Ucok seusai diskusi di Jakarta, Minggu (15/5/2011).

Ucok mengatakan selama ini Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengkritik kepada anggota DPR bukan Nining. "Kita melakukan kritik kepada kebijakan yang salah. Kita tidak pernah mengatakan korupsi atau mark-up," terangnya.

Apa yang disampaikan FITRA selama ini, kata dia adalah saran kepada anggota DPR untuk menghemat anggaran dan tidak menggunakan uang rakyat untuk hal yang tidak diperlukan.

Ucok juga mengatakan bahwa FITRA sudah menerima surat dari Sekjen DPR sebanyak dua lembar yang berisi supaya meminta maaf mengenai pernyataan uang pulsa anggota Dewan pada Jumat (13/5/2011).

Dia mengatakan FITRA menyiapkan 100 orang pengacara untuk menghadapi Sekjen DPR Nining Indra Saleh. "Kalau misalnya DPR tidak mau dikritik, ini preseden buruk DPR dan ini menjadi cacatan bahwa kita tidak boleh kritik DPR," ujarnya.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal DPR RI Nining Indra Saleh mendesak Sekretariat Nasional FITRA mencabut dan menarik pernyataan mengenai uang isi pulsa anggota DPR.

Nining Indra Saleh dalam keterangan pers yang disampaikan di Jakarta, Kamis malam (12/5/2011) mendesak FITRA menyampaikan permohonan maaf di semua media nasional.

"Apabila dalam kurun waktu tiga hari terhitung sejak hak jawab ini dimuat dalam media nasional atau hak jawab ini tidak diindahkan, maka kami akan menempuh upaya hukum sesuai ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Nining. [nic]

Kasus Anggaran Pulsa DPR , Seknas Fitra Siap Ladeni Somasi DPR

INILAH.COM, Jakarta - Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparasi Anggaran (Seknas Fitra) akan menanggapi somasi DPR RI yang dilayangkan terhadap dirinya terkait siaran pers anggaran pulsa anggota dewan.

Kuasa Hukum Seknas Fitra akan menanggapi somasi itu dalam jumpa pers yang dijadwalkan digelar hari ini, Selasa (17/5/2011) di restoran Bumbu Desa Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat. "FITRA akan menjelaskan soal tunjangan komunikasi dan tanggapan atas somasi," tulis undangan yang dikirim Seknas Fitra kepada wartawan melalui surat elektronik.

Seknas FITRA disomasi Setjen DPR RI pada 13 Mei lalu atas siaran pers yang digelar FITRA yang mempublikasikan "uang pulsa" DPR yang belakangan ini kembali menjadi sorotan publik. Sekjen DPR RI, Nining Indra Saleh sebelumnya mendesak FITRA mencabut kembali keterangannya yang mengatakan bahwa anggota DPR RI mendapat uang pulsa yang nilainya mencapai Rp14 juta per bulan.

Namun FITRA menolak mencabut keteranganya bahkan mengaku akan menyiapkan 100 orang pengacara untuk menghadapi penolakan DPR. FITRA mengaku memiliki data yang akurat. [tjs]

FITRA: Somasi DPR Tunjukkan Arogansi & Antikritik

Suci Dian Firani - detikNews

Jakarta - Somasi akan dilayangkan Setjen DPR kepada Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) terkait siaran pers soal uang pulsa anggota DPR. Somasi ini, menurut FITRA, sebagai bentuk arogansi dan sikap antikritik DPR.

"Banyak yang bilang, kunjungan kerja DPR sebagai pelesiran. Banyak yang bilang juga DPR sama dengan WC umum, tapi tidak dipermasalahkan. Sekarang yang dipermasalahkan terhadap FITRA merupakan sikap arogansi antikritik dari DPR," ujar Sekjen FITRA, Yuna Farhan.

Hal itu disampaikannya dalam keterangan pers di RM Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (17/5/2011).

Yuna menjelaskan, dalam slip gaji DPR ada dua item yang dipermasalahkan. Pertama, poin nomor dua dalam slip yang merupakan tunjangan komunikasi intensif sebesar RP 14 juta. Kedua, poin nomor 7 yang merupakan biaya penyerapan aspirasi masyarakat dalam rangka peningkatan kinerja komunikasi intensif sebesar Rp 8,5 juta.

"Itu semua di-take home pay. Itu apa bedanya poin 2 dan poin 7. Kalau sama tapi dipisah, itu kan jadi dobel dan duplikasi anggaran sehingga penghasilannya jadi tidak jelas," terangnya.

Dia menambahkan, FITRA menerima risiko dalam upaya perbaikan DPR. Namun mereka mempertanyakan mengapa yang akan melakukan somasi adalah Setjen DPR padahal seharusnya pimpinan DPR.

"Kami menduga, Setjen yang paling bertanggung jawab dan kesalahan Setjen sebagai pengelola anggaran. Sebenarnya kami sayang pada DPR, kami hanya ingin mengkritik dan memperbaiki mereka. Tapi bukan cuma kritik, kami juga memberi masukan.

FITRA dinilai memberikan informasi menyesatkan kepada media massa karena telah menyebarkan siaran pers soal uang pulsa anggota DPR. Jumat (13/5), Setjen DPR meminta Sekretariat Nasional FITRA untuk mencabut pernyataan tentang uang pulsa anggota DPR, dan menyampaikan permohonan maaf di semua media nasional. Upaya hukum akan ditempuh jika hal itu tidak dilakukan FITRA dalam 3 hari.

Menurut Sekjen DPR, Nining Indra Saleh, uang pulsa anggota DPR tidak pernah ada dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) DPR. Karena itu, siaran pers FITRA dinilainya sebagai pendapat yang dapat menyesatkan opini publik.

Sebelumnya, FITRA merilis temuannya, salah satunya tentang dana tunjangan pulsa anggota DPR sebesar Rp 14 juta per bulan untuk setiap anggota atau mencapai Rp 151 miliar setiap tahun. Tunjangan tersebut dialokasikan Sekjen DPR dalam DIPA DPR sejak 2006.

100 Pengacara Bela FITRA Hadapi Somasi Setjen DPR

Suci Dian Firani - detikNews

Jakarta - Somasi akan dilayangkan Setjen DPR kepada Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) terkait siaran pers soal uang pulsa anggota Dewan. 100 Pengacara pun siap mendukung FITRA.

"Kami siap untuk mendampingi klien kami dan mempersiapkan tim pengacara sebanyak 100 orang. Gratis!," ujar pengacara David Sitorus dalam jumpa pers di Rumah Makan Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (17/5/2011).

100 Pengacara ini, lanjut David, menunjukkan bahwa tindakan FITRA mendapat dukungan yang sangat besar dari berbagai pihak. Dia berharap pimpinan DPR segera mengklarifikasi, menegur dan memberi sanksi pada Sekjen DPR sebagai yang telah mengsomasi FITRA. Menurut David, hal itu bukan kewenangan Sekjen.

"Somasi ini sangat ngawur. Sebenarnya tidak perlu kami tanggapi. DPR ini kan dipimpin oleh satu ketua dan 4 wakil ketua. Pimpinan DPR seharusnya jadi jubir bagi DPR. Jadi somasi dari Setjen atas nama siapa dan untuk siapa," terang David.

Selama ini, imbuhnya, FITRA sudah mengkritik DPR. Secara fakta, kredibilitas DPR di depan masyarakat rendah, bukan karena statemen atau rilis dari FITRA.

"Tidak ada niatan untuk pencemaran nama baik. Justru statemen merekalah yang memutar balikkan fakta. Dan dari pihak mereka yang membuat citranya semakin buruk," kata David.

FITRA dinilai memberikan informasi menyesatkan kepada media massa karena telah menyebarkan siaran pers soal uang pulsa anggota DPR. Jumat (13/5), Setjen DPR meminta Sekretariat Nasional FITRA untuk mencabut pernyataan tentang uang pulsa anggota DPR, dan menyampaikan permohonan maaf di semua media nasional. Upaya hukum akan ditempuh jika hal itu tidak dilakukan FITRA dalam 3 hari.

Menurut Sekjen DPR, Nining Indra Saleh, uang pulsa anggota DPR tidak pernah ada dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) DPR. Karena itu, siaran pers FITRA dinilainya sebagai pendapat yang dapat menyesatkan opini publik.

Sebelumnya, FITRA merilis temuannya, salah satunya tentang dana tunjangan pulsa anggota DPR sebesar Rp 14 juta per bulan untuk setiap anggota atau mencapai Rp 151 miliar setiap tahun. Tunjangan tersebut dialokasikan Sekjen DPR dalam DIPA DPR sejak 2006.

Priyo Sarankan Sekjen DPR Mencabut Somasi ke FITRA

INILAH.COM, Jakarta - Pimpinan Dewan menilai wajar jika Sekretaris Jenderal DPR Nining Indra Saleh mengajukan somasi kepada Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA). Namun demikian dia akan menyarankan kepada Nining untuk memaafkan FITRA.

"Nanti saya akan sarankan Sekjen untuk memaafkan," kata Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso di gedung DPR, Jakarta, Rabu (18/5/2011).

Menurut Priyo, bukan hanya Sekjen saja yang memiliki hak untuk mengajukan somasi jika dituduh tanpa dasar. Tapi individu jika tersinggung bisa mengajukan somasi kepada FITRA terkait dengan anggaran pulsa anggota dewan.

"Jadi jangan menuduh dengan gelap mata, ini adalah bentuk pelajaran," ujarnya. Ia menambahkan jika dituduh tanpa dasar makanya yang terjadi adalah rasa tidak nyaman.
Seperti diketahui menyusul siaran pers yang dikeluarkan FITRA terkait tunjangan komunikasi intensif atau yang disebut FITRA sebagai uang pulsa yang diperoleh anggota dewan sebesar Rp14,1 juta setiap bulannya, Setjen DPR RI langsung melayangkan somasi ke FITRA pada tanggal 13 Mei lalu dengan nomer HM.00/2823/SETJEN/V/2011. Setjen meminta FITRA segera mencabut pernyataannya dan meminta maaf melalui semua media nasional. [mvi]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar