Kemenhub Periksa Tiga Pesawat Merpati
VIVAnews - Inspektorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melakukan pemeriksaan terhadap tiga pesawat Merpati jenis MA60 di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali.
"Pemeriksaan kita lakukan tiga hari sejak Kamis 12 Mei 2011 dan berakhir hari ini," kata ketua tim pemeriksa, Teguh Jaluh, Sabtu 14 Mei 2011.
Menurut dia, petugas meneliti 12 item yang berkait dengan penerbangan. Di antaranya dokumen, kondisi fisik pesawat, perangkat telekomunikasi, seluruh sistem di dalam pesawat, kondisi mesin dan komponen yang harus diganti secara berkala.
Teguh mengatakan, pemeriksaan yang dilakukan pada pesawat Merpati jenis MA60 kali ini tak menemukan kerusakan pada pesawat. Tiga pesawat itu, masih laik terbang. "Dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan kerusakan atau gangguan teknis yang membahayakan penerbangan," kata dia.
Kendati tak menemukan kerusakan pada item yang diperiksa, Teguh mengaku akan tetap membawa hasil pemeriksaan itu ke pusat untuk dilaporkan. "Hasil pemeriksaan akan kita bawa ke Jakarta untuk diperiksa kembali," kata dia.
Menurut dia, selain untuk memastikan kelaikan terbang pesawat Merpati jenis MA60, pemeriksaan ini juga ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat. "Intinya tujuan pemeriksaan ini mengecek kelaikan pesawat untuk memberikan rasa aman keamanan kepada pennumpang," paparnya.
Teguh menjelaskan, sebenarnya Kemenhub sendiri melakukan pemeriksaan rutin terhadap pesawat-pesawat milik maskapai di Indonesia. Tetapi, pemeriksaan kali ini khusus dilakukan untuk tiga maskapai penerbangan Merpati. "Ini pemeriksaan khusus. Beberapa hari ke depan, kami akan memeriksa pilot Merpati untuk mengecek kecakapan terbang," kata dia.
Di Bali tiga pesawat jenis MA60 ini melayani lima penerbangan dengan rute penerbangan ke Mataram, Labuan Bajo, dan NTT.
Sementara itu, Kepala Distrik Merpati Bali, Sugiharto, mengatakan, akibat pemeriksaan yang dilakukan oleh tim Inspektorat, jadwal penerbangan maskapainya mengalami penundaan hingga dua jam. Namun demikian, ia mengaku jumlah penumpang sama sekali tak mengalami penurunan. "Masih berkisar antara 80 hingga 100 persen. Sebagian besar penumpang adalah wisatawan asing," katanya.
Sebelumnya, pesawat Merpati jenis MA60 rute Sorong-Kaimana mengalami kecelakaan pada Sabtu 7 Mei 2011 yang lalu. Pesawat itu terjatuh ke laut, 500 meter dari landas pacu Bandara Kaimana dan menewaskan 25 orang yang terdiri dari penumpang dan kru pesawat. (eh)
Pakar: MA60 Jatuh Mungkin karena Disorientasi
"Pada kondisi hujan, warna langit gelap dan sulit dibedakan dengan warna laut."VIVAnews - Kecelakaan pesawat Xian MA60 yang dioperasikan oleh Merpati Nusantara Airlines Sabtu 7 Mei 2011 lalu mengundang kontroversi, mulai dari metode pengadaannya hingga kelaikan terbang pesawat ini.
Namun, dari sisis kehandalan, pakar penerbangan dari International Civil Aviation Organization Indonesia (ICAO/Organisasi Penerbangan Sipil Internasional dari PBB), Capt. Rendy Sasmita Adji Wibowo, menjamin bahwa pesawat Xian MA60 sudah teruji dan memiliki teknologi yang terbilang canggih. "Jangan salah, MA60 adalah pesawat yang canggih,” kata pria berusia 56 tahun dengan pengalaman lebih dari 17 ribu jam terbang itu.
Rendy menjelaskan, bahwa MA60 merupakan pengembangan pesawat Xian Y-7 yang merupakan imitasi dari pesawat Antonov 24 buatan Rusia. “Pesawat ini sekelas dengan ATR 72 buatan Perancis,” ujar Rendy kepada VIVAnews.com, akhir pekan lalu.
Pesawat ini, kata Rendy, disokong oleh mesin Pratt-Whitney buatan Kanada, yang juga dipakai oleh Boeing. Baling-balingnya menggunakan baling-baling lengkung, yang merupakan teknologi mutakhir dari vendor spesialis baling-baling asal AS, Hartzell.
Kokpitnya pun sudah terkomputerisasi, dengan perangkat navigasi dan komunikasinya menggunakan teknologi Rockwell Collins. Oleh karenanya Rendy meminta agar masyarakat tidak buru-buru menilai buruk pesawat ini, sebelum ada hasil temuan Komite Nasional Keselamatan Transportasi.
Walaupun sebelum kecelakaan ini juga telah terjadi beberapa kecelakaan yang dialami MA60, "Namun, pada kecelakaan-kecelakaan MA60 sebelumnya, sama sekali tidak ditemukan penyebabnya pada pesawat," ujar bekas pilot Garuda Indonesia, yang kini menjabat sebagai Senior Flight Operation Inspector di ICAO itu.
Rendy menganalisa, ada kemungkinan bahwa kecelakaan terjadi akibat spatial disorientation atau kesalahan pilot dan co-pilot dalam memahami kondisi horizon. Sebab, sebelum mereka mendarat kondisi cuaca saat itu memang hujan lebat. "Pada kondisi seperti ini, warna langit gelap dan sulit dibedakan dengan warna laut."
Walaupun MA60 dilengkapi dengan instrumen landing system atau ILS (perangkat pendaratan otomatis yang terkomputerisasi), namun menara di bandara Kaimana Papua tidak menunjang perangkat itu, sehingga pendaratan tetap musti dilakukan secara visual, dengan panduan dari menara melalui komunikasi radio AM.
Dalam kondisi hujan, biasanya pesawat akan menunda pendaratan, hingga hujan mereda. "Oleh karenanya, pesawat sempat berputar dua kali," Rendy menerangkan.
Nah kemudian pesawat hendak mendarat, namun setelah itu hilang kontak dan terjadilah kecelakaan.
Rendy curiga, saat berputar dan bersiap mendarat secara visual, baik pilot maupun co-pilot tengah sibuk mencari-cari landasan, tanpa memperhatikan instrumen di kokpit. "MA60 itu pesawatnya enak, sehingga bisa membuat orang terlena," kata Rendy.
Seharusnya, antara pilot dan co-pilot melakukan koordinasi dan saling melengkapi, "Bila pilot mencari landasan, co-pilot harus memantau ketinggian, kecepatan, sudut belok, dan lain-lain, dari instrumen pemantau di kokpit. Begitu juga sebaliknya," kata Rendy.
Bila tak ada yang memantau instrumen di dalam, maka akibatnya bisa fatal.Padahal bila sudut belok pesawat lebih dari 30 derajat, Rendy menjelaskan, maka hidung pesawat akan menukik. Dengan memperkirakan sudut datang sebelum mendarat yang rata-rata sekitar 3 derajat, serta ketinggian pesawat pada 500 meter dari jarak landasan, yang diperkirakan 50 meter di atas permukaan laut, disorientasi selama 10 detik saja, akan sangat fatal, kata Rendy.
"Kecelakaan ini sepertinya mirip dengan apa yang terjadi pada pesawat Fokker F-28 MK3000 milik Merpati yang jatuh di bandara Jefman Sorong pada 1 Juli 1993," kata Rendy.
Pada saat itu, kecelakaan pesawat yang memakan 40-an korban jiwa itu juga diakibatkan oleh spatial disorientation. Rendy mengingatkan, dari sebuah kecelakaan pesawat, tidak bisa langsung disimpulkan bahwa pesawat tersebut tidak laik terbang. Ini tak beda dengan alat transportasi lain seperti bus Trans Jakarta. "Walaupun busway nubruk orang, nabrak motor, nyerempet mobil, bukan berarti busway tak layak lagi jadi alat transportasi umum," kata Rendy.
MA-60 Uji Kelayakan Pasca-Kecelakaan di Papua
Denpasar (ANTARA News) - Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian pesawat udara melakukan pengujian ulang terhadap tiga pesawat MA 60 di Bandara Ngurah Rai Bali dalam 3 hari terakhir guna meningkatkan faktor keamanan dan kenyamanan penumpang pasca kecelakaan yang terjadi di Kaimana, Papua."Pengujian itu sudah kami lakukan sejak Kamis (12/5) yakni memeriksa 12 item hal teknis seperti perangkat komunikasi udara, mesin, penerbangan, dokumen-dokumen, hingga komponen pesawat yang rutin diganti," ungkap Teguh Jalu, Koordinator Pemeriksaan dari Direktorat Jendral Perhubungan Udara, Sabtu.
Selain menguji kelayakan perangkat komunikasi udara, mesin, dan dokumen-dokumen, Direktorat Kelayakan Udara dan Pengoperasian pesawat udara rencananya juga akan menguji kecapakan pilot ketiga pesawat Merpati MA 60.
"Mungkin beberapa hari kedepan tim akan menguji pilotnya. Penguji akan ikut terbang untuk menguji teknis kecakapan pilot," katanya.
Pengujian kelayakan terhadap pesawat buatan China tersebut telah diketahui hasilnya, yakni dalam tiga pesawat itu tidak ditemukan adanya kerusakan atau masalah teknis lainnya.
"Tidak ditemukan adanya kerusakan atau masalah teknis yang bisa membahayakan penerbangan," kata Teguh
Akibat pengujian dan pemeriksaan khusus tersebut, salah satu jadwal penerbangan Merpati MA 60 tujuan Mataram - Labuan Bajo tersebut sempat tertunda hingga dua jam lamanya. (*)
Cathay Pacific Selidiki Insiden Mesin Terbakar Pesawat CX 715
Gagah Wijoseno - detikNewsJakarta - Cathay Pacific memastikan akan segera menyelidiki insiden mesin pesawat bernomor penerbangan CX 715 yang terbakar. Cathay Pacific berkoordinasi dengan pihak otoritas penerbangan Hong Kong.
"Cathay Pacific dan Rolls Royce sedang menyelidiki insiden ini dan telah melaporkannya ke Hong Kong Civil Aviation Department," ujar pihak Cathay Pacific dalam rilis yang diterima detikcom, Senin (16/5/2011).
Pihak Cathay Pacific juga menjelaskan, peristiwa ini terjadi pada dini hari pukul 00.54 waktu setempat. Pesawat CX 715 yang berangkat dari Singapura menuju Jakarta, kemudian pesawat terbang kembali ke Singapura setelah mesin nomor 2 mengalami gangguan.
"Awak kabin mematikan mesin Rolls Royce tersebut begitu signal gangguan diterima. Pendaratan darurat dilakukan dan pesawat mendarat kembali di Singapura pada pukul 01.57 waktu setempat tanpa ada yang terluka. Mobil pemadam kebakaran telah disiagakan pada saat pendaratan. Pesawat berhenti di taxiway, dan percikan api yang terlihat dari mesin nomor 2 dan langsung dipadamkan oleh para pemadam kebakaran," jelas pihak Cathay.
Cathay Pacific memastikan 136 penumpang di pesawat A330 keluar dari pesawat dan ditampung di hotel terdekat. Sebagian besar dari mereka diberangkatkan dengan pesawat lain pada pagi harinya.
"Kami mengerti ketakutan yang dihadapi para penumpang pada saat insiden terjadi, tapi awak kabin kami sudah menangani situasi tersebut. Tindakan mereka sesuai dengan apa yang sudah diberikan selama masa pelatihan, mematikan mesin yang bermasalah dan membawa pesawat kembali dengan selamat ke Singapura," tutur pihak Cathay.
Pihak Cathay juga menjelaskan, pilot sangat menghargai sikap kooperatif dari para penumpang, baik pada saat pengumuman pesawat akan diterbangkan kembali ke Singapura dan pada saat mereka keluar dari pesawat dengan menggunakan tangga.
"Kami sangat berterimakasih atas ketenangan dan kesigapan mereka terhadap situasi yang terjadi," terang pihak Cathay.
Daftar Kecelakaan Pesawat Cathay Pacific
Pada 13 April 2010, ban pesawat terbakar saat melakukan pendaratan darurat di Hongkong.VIVAnews - Cathay Pacific masih menyelidiki insiden terbakarnya mesin pesawat Airbus A330-300 di Bandara Changi tujuan Singapura-Jakarta, Senin, 16 Mei 2011. Pesawat dengan nomor penerbangan CX715 itu sempat lepas landas dan kemudian kembali mendarat darurat sebelum terbakar.
Insiden yang menimpa pesawat Cathay Pacific bukan kali ini saja terjadi. Pada November tahun lalu, dua pesawat Airbus maskapai ini juga pernah mendarat darurat di Changi karena kerusakan mesin.
Berdasarkan data yang dilansir wikipedia.com, maskapai asal Hong Kong yang berdiri sejak tahun 1946, pernah mengalami kecelakaan terakhir yang cukup fatal, pada 1972. Kecelakaan itu terjadi di Vietnam karena bom yang meledak di dalam sebuah koper di dalam pesawat.
Setelah kecelakaan 1972, Cathay Pacific mulai memperbaiki pelayanan dan masuk dalam jenis penerbangan teraman di dunia. Tapi kecelakaan kembali terjadi pada 13 April 2010. Ban pesawat terbakar saat melakukan pendaratan darurat di Hongkong.
Hari ini, pesawat Cathay Pacific rute Singapura-Jakarta mendarat darurat di Bandara Changi, Singapura, setelah mesinnya terbakar. Tidak dilaporkan adanya korban luka pada insiden tersebut.
Manajemen maskapai asal Hong Kong itu menegaskan bahwa pesawat yang terbang dari Singapura ke Jakarta pada pukul 00:54 waktu setempat, kembali lagi setelah terjadi peringatan adanya percikan api dari mesin nomor dua.
Para kru kemudian mematikan mesin Rolls Royce pesawat tersebut ketika mereka menerima peringatan tersebut. Kejadian ini juga sudah dilaporkan kepada Departemen Penerbangan Sipil, Hong Kong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar