Jakarta (ANTARA
News) - Fraksi Gerindra menilai pemberian Bantuan Langsung Sementara
Masyarakat (BLSM) sebagai skema kompensasi kenaikan BBM bersubsidi
bersifat politis.
"Sebenarnya, Fraksi Gerindra tidak sependapat
dengan adanya pemberian BLSM ini karena sifatnya politis menjelang
Pemilu 2014," kata juru bicara Fraksi Gerindra, Fary Djemy Francis, saat
membacakan pandangan mini fraksi dalam rapat kerja Badan Anggaran DPR
RI dengan Menkeu, Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Gubernur BI di Gedung
MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Sabtu.
Menurut Fraksi Gerindra, pemberian BLSM hanya akan menempatkan masyarakat miskin hanya sebagai objek penerima bantuan.
"Akhirnya masyarakat tak mampu berpikir kritis dan mengembangkan
prakarsa-prakarsa inovatif yang sebenarnya menjadi esensi dari
pemberdayaan. Pemberian BLSM hanya akan jadi "balsem" bagi masyarakat
yang justru akan menimbulkan ketergantungan. Program BLSM ini tidak
tepat karena merusak mentalitas masyarakat," kata Fary.
Ditambahkannya, dengan kenaikan BBM, maka sebenarnya subsidi BBM
akan menurun. Tapi kenyataannya, subsidi BBM pada APBNP 2013 juga tetap
naik dari Rp194 triliun menjadi Rp210 triliun, hal ini belum termasuk
kuota subsidi yang jebol seperti tahun sebelumnya.
"Oleh karena itu perlu kajian yang matang dan lebih dalam
berkaitan dengan kenaikan BBM ini agar detail postur RAPBNP tidak
terjadi kontradiksi seperti yang terjadi saat ini," kata Fary.
Disamping itu, masih kata Fary, dalam RAPBNP 2013, pemerintah
telah menambah utang baru dalam Surat Berharga Negara (SBN) sebesar
Rp341,7 triliun, padahal posisi outstanding pemerintah tahun 2013
mencapai Rp2.023,72 triliun.
"Menurut pandangan Fraksi Gerindra, kecanduan pemerintah
terhadap utang telah mencapai level yang sangat mengkuatirkan, terutama
utang yang diperoleh digunakan untuk membiayai program yang tidak
produktif," demikian Fary.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar