INILAH.COM, Jakarta - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS)
DPR menyampaikan pandangan akhir mini fraksi di Badan Anggaran (Banggar)
DPR soal Rancangan Undang-Undang APBN Perubahan 2013. Pandangan ini
akan dibawa ke paripurna sebagai pengambil keputusan tertinggi dan
terakhir di DPR pada Senin (17/6/2013).
Yudu Widiana Adia, yang membacakan padangan akhir Fraksi PKS mengatakan, RUU APBN Perubahan ini perlu dibawa ke paripurna.
"FPKS memutuskan, hasil pembahasan RUU APBNP 2013 perlu dibawa ke rapat paripurna DPR RI," kata Yudi, Sabtu (15/7/2013).
PKS
berpandangan, bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) cukup bagus
untuk tetap dilanjutkan. Namun, BLSM tidak harus dikaitkan dengan
penaikan BBM.
"Fraksi PKS berpandangan bahwa program bantuan
untuk rakyat perlu tetap diberikan tanpa harus diikuti dengan kenaikan
harga BBM bersubsidi mengingat tingkat harga-harga yang sudah naik dan
kondisi rakyat yang membutuhkan peningkatan daya beli," jelas anggota
Komisi V DPR ini.
PKS juga beralasan, penaikan BBM justru akan
memperpuruk ekonomi Indonesia. Subsidi yang dicabut nantinya, bisa
membuat pertumbuhan ekonomi terjun bebas.
"Pertumbuhan ekonomi
sebesar 6,5 persen bisa dicapai kalau pemerintah tidak menaikkan BBM.
Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi akan sangat berpotensi memburuk bila BBM
bersubsidi dinaikkan, bahkan bisa dibawah 6 persen," jelasnya.
Lanjutnya,
program penaikan BBM juga bisa membuat kerugian diberbagai sektor.
Pengangguran dan kemiskinan dipastikan akan bertambah banyak.
"Satu-satunya
komponen yang bisa tumbuh dengan cemerlang adalah konsumsi rumah
tangga. Kalau BBM bersubsidi dinaikkan, maka komponen konsumsi keluarga
akan memburuk dan target pengurangan angka kemiskinan dan pengangguran
tidak tercapai," jelas Yudi.
Fraksi PKS juga menilai pemerintah tidak serius dalam menjalankan UU APBN ini. Sebab, banyak sektor yang tiba-tiba berubah.
"FPKS
memandang pemerintah tidak sungguh-sungguh memyiapkan program yang akan
mendukung amanah UU APBN 2013. Perombakan seluruh asumsi makro,
penurunan drastis target penerimaan pajak, dan penerimaan bukan pajak,
kesalahan manajemen pengelolaan energi, kegagalan program volume BBM
bersubsidi," bebernya. [mvi]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar